PanenTalks, Yogyakarta – Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menyikapi lonjakan kasus Leptospirosis.
Berdasarkan data Januari-Juni 2025, ada 19 kasus Leptospirosis dengan enam di antaranya berujung kematian. Pihaknya menerbitkan surat edaran (SE) meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran Leptospirosis dan Hantavirus.
“Kami sudah membuat surat edaran untuk kewaspadaan Leptospirosis (menanggapi lonjakan kasus tersebut),” ujar Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinkes Kota Yogyakarta, Lana Unwanah.
Ia menegaskan, tren peningkatan kasus tahun ini cukup mengkhawatirkan, terutama karena tingginya angka kematian.
Sebagai perbandingan, sepanjang tahun 2024, tercatat 10 kasus Leptospirosis dengan dua kematian. Penyebarannya kali ini pun meluas hampir di seluruh wilayah Kota Yogyakarta.
“Banyak terjadi di tempat yang curah hujannya tinggi, dan banyak sampah menyebabkan tikus,” jelas Lana, Jumat 11 Juli 2025.
Meliputi wilayah Mantrijeron, Mergangsan, Kotagede, Umbulharjo, Jetis, dan lainnya.
Lana menekankan, Leptospirosis menular melalui urine tikus terkontaminasi bakteri Leptospira. Sedangkan Hantavirus menyebar melalui kontak dengan urin, feses, atau air liur tikus membawa virus Orthohantavirus.
Salah satu penyebab utama kematian adalah keterlambatan dalam mencari pertolongan medis akibat gejala awal tidak spesifik.
“Saat awal terinfeksi memang gejalanya tidak terlalu spesifik. Mirip-mirip dengan gejala infeksi bakteri atau virus lainnya, sehingga pasien abai dan terlambat mengakses layanan kesehatan,” ungkapnya.
Gejala Leptospirosis meliputi demam, nyeri kepala, nyeri otot terutama di betis dan paha, mata kuning, iritasi serta diare. Gejala Hantavirus meliputi demam tinggi hingga 39°C, bintik-bintik di wajah, nyeri bola mata, kelelahan, sesak napas dan jantung berdebar.
“Jika mengalami gejala-gejala tersebut, kami harap masyarakat segera memeriksakan diri ke puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama,” tambahnya.
Salah satu faktor penyebab penyakit ini adalah rendahnya kesadaran masyarakat menggunakan pelindung beraktivitas di lingkungan berisiko.
Pihaknya mendorong penguatan deteksi dini melalui penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT) di seluruh puskesmas dan rumah sakit.
Dia mengharapkan, Dinas Lingkungan Hidup turut serta upaya pencegahan, melalui pengelolaan sampah lebih baik. Imbauan kepada masyarakat menjaga kesehatan diri dan lingkungan.
“Melalui SE kewaspadaan Leptospirosis, Pemkot Yogyakarta mengimbau kepada seluruh pihak terkait untuk meningkatkan upaya deteksi, pencegahan dan pengendalian Leptospirosis dan Hantavirus di wilayah Kota Yogyakarta,” tegas Lana. (*)
Editor : Hendrati Hapsari