Rabu, Juni 18, 2025

4 Warisan Budaya Takbenda Gunungkidul Resmi Diakui Bangsa!

Share

PanenTalks, Gunungkidul – Pemerintah Kabupaten Gunungkidul baru saja menerima empat sertifikat Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.

Sertifikat ini diserahkan langsung kepada Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih, oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, di Gedhong Pracimasan, Komplek Kepatihan Kantor Gubernur DIY, Yogyakarta, pada Selasa (26/5).

Keempat warisan budaya yang diakui tersebut meliputi Tradisi Sambatan, Njaluk Udan, Bersih Kali, dan Gudeg Gedebog Pisang.

Tradisi Sambatan di Desa Hargosari, Kapanewon Tanjungsari, Gunungkidul. (dok:desahargosari)

Tradisi Sambatan: Simbol Gotong Royong Lestari di Pedesaan Gunungkidul

Tradisi Sambatan adalah manifestasi nyata dari semangat gotong royong yang masih sangat kuat di masyarakat Jawa, khususnya di pedesaan Gunungkidul. Tradisi ini berpusat pada kegiatan saling membantu antarwarga dalam membangun atau merenovasi rumah, dengan tujuan meringankan beban sesama.

Nama “sambatan” sendiri berasal dari kata Jawa “sambat”, yang berarti meminta tolong atau mengadu. Dalam praktiknya, individu yang membutuhkan bantuan untuk pekerjaan berat seperti mengangkat kayu atau memasang atap akan meminta dukungan dari tetangga sekitar, yang kemudian akan berpartisipasi secara sukarela.

Salah satu contoh nyata tradisi ini masih dapat dijumpai di Desa Hargosari, Kapanewon Tanjungsari.

Njaluk Udan: Ritual Memohon Hujan dalam Kemarau Panjang

Njaluk Udan di Desa Giripuro, Purwosari. (dok:desagiripuro)

Njaluk Udan, yang secara harfiah berarti “meminta hujan”, adalah ritual sakral yang dilakukan oleh masyarakat Gunungkidul saat menghadapi kemarau berkepanjangan.

Tradisi ini merupakan bentuk permohonan kepada Tuhan agar segera menurunkan hujan demi kelangsungan hidup. Biasanya, upacara ini dilaksanakan pada bulan September atau Oktober, khususnya pada hari Jumat Kliwon, di pertapaan atau tempat-tempat yang dianggap suci.

Upacara ini biasanya dilakukan pada bulan September atau Oktober, tepatnya pada hari Jumat Kliwon, di pertapaan atau tempat suci. Tradisi ini melibatkan masyarakat setempat, tokoh agama, dan perangkat desa.

Upacara diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh rois atau tokoh agama setempat. Saat doa berlangsung, warga seringkali berteriak memohon hujan. Setelah doa, dilakukan kenduri atau makan bersama, yang biasanya terdiri dari nasi ingkung dan minuman seperti teh atau air kelapa.

Bersih Kali

Bersih Kali atau kadang disebut Bersih Sungai mengacu pada upacara adat atau kegiatan membersihkan sungai atau sumber air yang memiliki makna spiritual dan sosial. Tradisi bersih kali yang umum ditemukan di beberapa daerah, seperti di Giriasih, Gunungkidul, yang dilakukan setelah panen padi.

Bersih Kali Pego di Desa Giriasih. (dok:desagiriasih)

Upacara ini seringkali merupakan bagian dari ritual untuk menyatakan rasa syukur atas panen atau hasil bumi, serta untuk menjaga kesuburan dan keseimbangan alam.

Selain itu, bersih kali juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, khususnya sumber air.

Gudeg Gedebog Pisang

Gudeg Gedebog Pisang adalah makanan tradisional khas Gunungkidul. Gedebog adalah sebutan dalam bahasa jawa atau lebih dikenal dengan nama batang pisang atau bonggol pisang.

Gudeg Gedebog Pisang. (dok:okezone)

Gudeg ini berbahan dasar ujung batang pohon pisang muda. Dalam proses pengolahan gudeg jenis ini, bonggol pisang yang digunakan tidak sembarangan. Biasanya menggunakan ujung batang pohon pisang kluthuk muda. Bahan dipilih yang sesuai dan berkualitas agar hasil masakan juga nikmat disantap.

Rasa dalam setiap sendok gudeg gedebog pisang selalu menyajikan kenikmatan yang berbeda dengan gudeg nangka muda. Gudeg ini juga mengandung banyak kandungan air, zat besi, fosfor, kalsium, karbohidrat, kalori dan protein yang sangat baik bagi tubuh. (*)

Editor: Rahmat

Read more

Local News