PanenTalks, Jakarta – Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menyematkan status 40 bandar internasional.
Terdiri dari 36 bandar udara umum, tiga bandar udara khusus dan satu bandar udara pengelolaan oleh pemerintah daerah.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa mengatakan, penetapan status internasional pada bandara merupakan langkah strategis.
“Untuk mendorong pemerataan ekonomi dan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah,” ujar, Rabu 13 Agustus 2025, mengutip laman InfoPublik.
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37 dan KM 38 Tahun 2025, dan menjadi implementasi nyata Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya pada misi memperluas konektivitas demi pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Konektivitas lebih luas, kata dia, akan membuka jalur perdagangan, memperkuat arus pariwisata. Selain itu, memancing investasi masuk ke wilayah-wilayah selama ini jarang tersentuh penerbangan internasional.
Sebelum kebijakan ini berlaku, penerbangan internasional Indonesia masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Meliputi Jakarta, Denpasar dan Surabaya.
Peluang ekonomi di daerah akan meningkat pesat, termasuk di wilayah-wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) strategis dengan status baru ini.
Kini beberapa bandara berstatus internasional. Seperti Bandara Komodo di Nusa Tenggara Timur, Bandara Frans Kaisiepo di Papua, hingga Bandara Domine Eduard Osok di Papua Barat Daya.
“Ini bukan hanya soal penerbangan, tapi soal membuka pintu kesempatan bagi masyarakat daerah untuk terhubung langsung ke dunia,” tegas Lukman.
Lukman menekankan, predikat internasional bukan sekadar label. Setiap bandara wajib memenuhi standar keselamatan, keamanan, dan pelayanan sesuai ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Fasilitas imigrasi, bea cukai, dan karantina harus tersedia lengkap sebelum melayani penerbangan luar negeri.
Pemerintah juga memberi batas waktu enam bulan bagi bandara yang baru ditetapkan untuk melengkapi semua persyaratan tersebut.
“Transportasi udara adalah urat nadi perdagangan dan mobilitas manusia di era global. Langkah ini akan memastikan pertumbuhan ekonomi tidak hanya bertumpu pada kota besar, tetapi juga menjangkau pelosok negeri,” kata Lukman.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara akan memantau sejak tahap persiapan hingga bandara resmi beroperasi penuh. Evaluasi kinerja dilakukan minimal setiap dua tahun sekali untuk memastikan kualitas layanan tetap terjaga. (*)

