PanenTalks, Jakarta – Sebanyak 400 ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia melansir pernyataan sikap berjudul “Tujuh Desakan Darurat Ekonomi” pada Selasa (10/9).
Dalam pernyataan itu, mereka menuntut pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh sekaligus pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada sektor yang belum memiliki pemasok lokal berkualitas.
“Kebijakan TKDN yang terlalu kaku membuat biaya produksi meningkat, produk belum berkualitas, dan akhirnya daya saing kita hilang di pasar global. Bahkan, ada celah korupsi dalam proses perizinan dan pengadaan,” tegas aliansi tersebut.
Mereka menambahkan, dampak buruk TKDN juga terasa pada iklim investasi, harga produk di tingkat konsumen, daya saing industri, alokasi sumber daya, hingga potensi pelanggaran aturan WTO. Aliansi ini merujuk penelitian ERIA (2023) dan CSIS (2023) yang menunjukkan penerapan TKDN justru menurunkan produktivitas industri dan membebani konsumen dengan harga lebih mahal.
Menanggapi desakan tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan telah melaksanakan reformasi kebijakan TKDN. “Menteri Perindustrian Bapak Agus Gumiwang Kartasasmita sudah mengevaluasi kebijakan TKDN. Hasilnya, kami membuat Rancangan Permenperin Tata Cara Perhitungan TKDN yang lebih murah, mudah, cepat, dan tidak kaku,” ujar Febri, perwakilan Kemenperin di Jakarta, Rabu (10/9).
Ia menjelaskan, proses sertifikasi kini lebih singkat. “Kalau dulu butuh lebih dari 20 hari kerja dengan biaya tinggi, sekarang cukup 10 hari. Untuk industri kecil, hanya tiga hari dengan mekanisme self declare. Selain itu ada insentif, misalnya tambahan nilai TKDN 25% bagi perusahaan yang menyerap tenaga kerja lokal, dan 20% bagi yang melakukan riset,” jelasnya.
Febri menegaskan perhatian khusus diberikan bagi industri kecil dan menengah (IKM). “Dengan metode self declare, IKM bisa lebih cepat memperoleh sertifikat TKDN dengan biaya ringan, bahkan bisa mencapai nilai TKDN di atas 40%. Ini bentuk afirmasi agar IKM sejajar dengan industri besar,” katanya.
Selain itu, label TKDN kini lebih transparan karena tercantum pada produk sehingga mudah diawasi. “Kami ingin konsumen dan lembaga pemerintah bisa memastikan produk lokal berdaya saing dan memenuhi syarat pengadaan barang dan jasa,” tambahnya.
Febri juga menanggapi kritik terkait TKDN sektoral. “Kemenperin hanya membuat tata cara perhitungan. Threshold TKDN ditetapkan kementerian lain. Justru investor asing meminta aturan TKDN tetap ada untuk membantu mereka bersaing di pasar domestik,” ujarnya.
Menurutnya, reformasi TKDN juga lahir dari evaluasi berbagai kendala, termasuk fenomena TKDN washing. “Sekarang sertifikat berlaku lima tahun, pengawasan lebih ketat, dan prosesnya digital agar tidak ada celah manipulasi,” tegas Febri.
Ia menutup dengan menekankan arah kebijakan Kemenperin. “Reformasi TKDN adalah bagian dari paket deregulasi ekonomi untuk memperkuat fondasi industri dalam negeri, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung kemandirian ekonomi nasional. Setiap rupiah belanja negara untuk produk ber-TKDN akan kembali kepada rakyat dalam bentuk lapangan kerja dan pertumbuhan industri,” pungkasnya.