PanenTalks, Denpasar – Bali mengambil sikap tegas menolak segala bentuk demonstrasi anarkis, menyusul serangkaian unjuk rasa yang berpotensi merusak citra Pulau Dewata sebagai destinasi pariwisata global.
Gubernur Bali, Wayan Koster, bersama tokoh agama dan aparat keamanan, menggelar pertemuan darurat pada Minggu (31/8) untuk menyusun strategi menjaga kondusivitas.
Gubernur Koster menegaskan kekacauan yang terjadi di beberapa titik pasca-demo di Bali diduga kuat didalangi oleh pihak luar daerah.
“Saat aksi berlangsung, kami langsung berkoordinasi. Kami juga telah menerima perwakilan peserta demo, yang berkomitmen tidak melanjutkan aksi. Karena itu, aksi anarkis yang terjadi diduga dilakukan oleh pihak luar yang datang ke Bali,” jelas Koster.
Sebagai langkah antisipasi, aparat TNI dan Polri memperketat pengamanan di bandara dan pelabuhan. Tujuannya jelas: mencegah masuknya provokator yang bisa mengganggu stabilitas dan merusak sektor pariwisata yang kini sedang bangkit pascapandemi.
Peran Kunci Pecalang dan Suara Lintas Agama
Pernyataan bersama ini menjadi penanda Bali berkomitmen penuh untuk menjaga kedamaian. Puluhan ribu pecalang—pasukan keamanan tradisional Bali—akan dikumpulkan dalam apel akbar pada Senin (1/9) sebagai bentuk kesiapan mereka dalam menjaga keamanan daerah.
Dukungan kuat juga datang dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali. Dalam pernyataan resminya, FKUB secara lugas menolak demonstrasi anarkis di Tanah Gumi Bali, khususnya yang dilakukan oleh massa dari luar daerah.”
Kami mengajak masyarakat Bali untuk tetap tenang dan waspada. Kami juga menegaskan pentingnya menjaga citra Bali sebagai tanah kelahiran bersama dan destinasi wisata dunia,” bunyi pernyataan yang dibacakan oleh Wakil Ketua MUI Bali, KH. Syamsul Hadi.
Kerja sama antara pemerintah, tokoh adat, dan pemuka agama ini menjadi pesan kuat bagi dunia bahwa Bali adalah tempat yang aman untuk dikunjungi.
“Keamanan dan ketenangan Bali adalah tanggung jawab kita bersama,” pungkas Gubernur Koster, menegaskan bahwa perdamaian adalah kunci untuk mempertahankan status Bali sebagai surga pariwisata.(*)