PanenTalks, Jakarta-Bisnis jual beli pakaian bekas impor atau biasa disebut thrifting rupanya masih banyak diminati masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di perkotaan. Hal ini terlihat di pusat perbelanjaan Senen Jaya, Jakarta. Sebagai salah satu pusat thrifting terbesar, Senen Jaya menjadi pilihan pengunjung dari berbagai daerah dengan tujuan membeli pakaian-pakaian tersebut.
Beberapa hari menjelang hari raya Idulfitri 1446 H, pusat perbelanjaan ini ramai dikunjungi pembeli, kebanyakan adalah anak-anak muda yang sibuk memilih pakaian sesuai selera mereka. Selain modelnya yang menarik dan terbilang jarang ditemui, harga pakaian yang dijual di sini terbilang sangat terjangkau di kantong. Mulai dari harga terendah di kisaran Rp10.000 sampai Rp100.000-an, pengunjung bisa mendapatkan model baju atasan atau celana berbahan jeans. Maka tidak heran bila para pembeli memborong banyak pakaian, hingga aksesori di sini.
Bisnis thrifting memang menjadi salah satu sektor yang berkembang pesat, terutama di media sosial dan marketplace. Banyak anak muda tertarik dengan pakaian bekas impor karena harganya yang jauh lebih murah dibandingkan produk baru di pasaran. Selain itu, faktor keunikan dan keberlanjutan menjadi alasan lain mengapa thrifting semakin populer.
Menurut data dari Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), transaksi penjualan pakaian bekas impor meningkat hingga 40 persen dalam dua tahun terakhir, seiring dengan tren belanja online yang semakin berkembang.
Di sisi lain, Pemerintah telah mengeluarkan larangan impor pakaian bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 40 Tahun 2022, yang menegaskan bahwa pakaian bekas impor dilarang masuk ke Indonesia untuk melindungi industri lokal dan kesehatan masyarakat.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menjelaskan, terdapat sejumlah langkah dalam penanganan pakaian bekas asal impor. Ia menekankan, pengawasan dilakukan terhadap pakaian bekas yang masuk secara ilegal, bukan terkait kegiatan perdagangan pakaian bekas di dalam negeri.
“Mengingat pakaian bekas telah dilarang importasinya, diperlukan sinergi dan pengawasan bersama sesuai dengan kewenangannya masing-masing, antara lain dengan Ditjen Bea dan Cukai, Bakamla TNI, Polri di pelabuhan tikus/jalur tidak resmi, termasuk peran serta pemerintah daerah,” jelas Mendag Busan.
Selain itu, Kementerian Perindustrian bersama Bea Cukai juga melakukan razia terhadap pengiriman pakaian bekas ilegal yang masuk melalui pelabuhan-pelabuhan kecil di berbagai daerah. Pada tahun 2024, pemerintah mencatat peningkatan penyitaan pakaian bekas ilegal hingga 150 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain persoalan legalitas, ada beberapa hal bisa menjadi perhatian bagi mereka yang ingin mencoba bisnis ini. Perhatikan potensi risiko kesehatan. Tanpa proses sterilisasi yang benar, pakaian thrift dapat membawa bakteri dan penyakit.
Maraknya pakaian bekas impor membuat produk tekstil dalam negeri sulit bersaing. Kemudian, kualitas tidak selalu terjamin. Sebagian barang thrift sudah dalam kondisi aus atau memiliki cacat yang tidak terlihat saat pembelian.
Meski begitu, bisnis thrifting memang menawarkan banyak keuntungan bagi konsumen dan pelaku usaha, tetapi perlu ada keseimbangan agar tidak merugikan industri tekstil dalam negeri dan kesehatan masyarakat. Pemerintah terus mengawasi regulasi impor pakaian bekas sambil mendorong masyarakat untuk lebih mendukung produk lokal.
Tren thrifting juga bisa menjadi peluang bagi industri kreatif Indonesia untuk menghadirkan fesyen yang lebih terjangkau, unik, dan ramah lingkungan. Dengan regulasi yang lebih jelas dan dukungan terhadap industri lokal, diharapkan bisnis fashion di Indonesia bisa berkembang lebih sehat dan berkelanjutan.