PanenTalks, Denpasar – Pemadaman listrik serentak yang melanda Bali pada Jumat, 2 Mei 2025 pukul 16.00 WITA, tidak hanya menimbulkan disrupsi aktivitas sosial, namun juga berpotensi signifikan menghambat produktivitas ekonomi.
Kelumpuhan di pusat-pusat kegiatan ekonomi seperti Kota Denpasar dan wilayah lainnya, terutama pada jam produktif sore hari, menggarisbawahi kerentanan Bali terhadap pasokan energi eksternal.
Respon masyarakat, yang direpresentasikan oleh Made Wijaya, seorang warga Denpasar, secara tegas menyuarakan imperatif kemandirian energi sebagai solusi strategis.
Ketergantungan yang berkelanjutan pada sumber energi dari luar pulau teridentifikasi sebagai risiko sistemik yang dapat berulang, mengganggu stabilitas ekonomi regional.
Insiden blackout ini menjadi momentum krusial untuk merefleksikan model ketergantungan energi Bali. Diversifikasi sumber energi menuju kemandirian, dengan memanfaatkan potensi energi bersih lokal, bukan hanya selaras dengan filosofi hidup masyarakat Bali yang menghargai alam, tetapi juga merupakan langkah proaktif untuk mengamankan keberlanjutan ekonomi jangka panjang.
Penjelasan Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengenai gangguan kabel bawah laut Jawa-Bali yang menyebabkan lepasnya pembangkit listrik Bali dari sistem, dan mengakibatkan pemadaman meluas di berbagai wilayah administratif, memperkuat argumen perlunya mitigasi risiko melalui kemandirian energi.
Dampak langsung berupa kekacauan lalu lintas, terhambatnya layanan publik, dan terganggunya aktivitas ekonomi masyarakat secara keseluruhan, menunjukkan biaya ekonomi riil dari kerentanan pasokan energi.
Peringatan Gubernur Bali, Wayan Koster, terhadap risiko ketergantungan pada pasokan listrik eksternal berbasis energi fosil, menemukan validasinya dalam kejadian ini.
Penolakan terhadap tambahan pasokan 500 MW dari Paiton yang bersumber dari batubara, didasarkan pada visi strategis untuk membangun kemandirian energi Bali melalui pemanfaatan sumber daya alam lokal yang berkelanjutan seperti surya, air, dan bioenergi.
Langkah ini dipandang esensial untuk menjaga keseimbangan ekologis dan kemurnian spiritual Pulau Bali, yang pada gilirannya mendukung citra pariwisata berkelanjutan.
Kebijakan konkret yang telah diimplementasikan, seperti Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih dan Pergub Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, serta target kemandirian energi berbasis EBT paling lambat tahun 2045, merupakan langkah-langkah strategis untuk mentransformasi lanskap energi Bali.
Inisiatif ini tidak hanya bertujuan untuk mengamankan pasokan energi yang stabil dan berkelanjutan, tetapi juga untuk memperkuat identitas dan martabat Bali sebagai entitas yang selaras dengan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan dan kemandirian ekonomi. (*)