Rabu, Juni 18, 2025

BMKG Prediksi Hujan Masih Turun Meski Masuki Musim Kemarau

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan musim kemarau tahun ini di Indonesia masih akan diselingi curah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyatakan, dalam kondisi iklim Indonesia yang kompleks, musim kemarau tetap bisa diselingi oleh hujan. 

Banyak faktor lain memengaruhi pola cuaca di Indonesia, termasuk faktor global dan lokal.

“Meski musim kemarau, bukan berarti tak ada hujan,” tegas Dwikorita pada Jumat, 11 April 2025 dalam keterangan resminya.

“Keragaman iklim di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi musim, tapi juga pengaruh global seperti El Nino/La Nina, Madden Julian Oscillation (MJO), serta faktor lokal,” tambahnya.

Bahkan, suhu permukaan laut menghangat di sekitar wilayah Indonesia juga ikut mendorong terbentuknya awan dan potensi hujan. 

Kondisi topografi Indonesia kompleks turut memperkuat variasi cuaca di tiap daerah.

“Topografi yang terdiri dari pegunungan, lembah, dan garis pantai menyebabkan pola hujan yang berbeda-beda meskipun berada di musim yang sama,” ujarnya.

Dalam rilis resmi BMKG, diprediksi sebanyak 403 Zona Musim (ZOM) di Indonesia akan memasuki musim kemarau mulai April hingga Juni 2025. 

Wilayah-wilayah di Nusa Tenggara diperkirakan lebih dahulu mengalami kemarau dibandingkan daerah lain.

BMKG juga memproyeksikan puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia. 

Artinya, dalam beberapa bulan ke depan, wilayah-wilayah tersebut masih bisa mengalami hujan akibat sisa dinamika atmosfer sebelumnya.

“Puncak musim kemarau 2025 diprediksi akan sama hingga maju atau datang lebih awal dari biasanya, yang mendominasi hampir keseluruhan wilayah Indonesia,” sebut BMKG dalam keterangan tertulis.

Durasi musim kemarau juga tidak seragam di seluruh wilayah. 

Ada daerah mengalami kemarau pendek selama dua bulan, seperti sebagian wilayah Sumatra dan Kalimantan, serta ada lebih panjang hingga delapan bulan di wilayah Sulawesi.

Dengan perbedaan durasi dan karakteristik ini, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap bijak mengelola air dan mempersiapkan diri terhadap kemungkinan musim kering berkepanjangan di daerah tertentu.

Tak hanya itu, perubahan cuaca lokal seperti angin darat dan laut, serta suhu daratan yang tinggi, tetap dapat memicu terjadinya hujan lokal. 

Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi banjir kilat maupun cuaca ekstrem lainnya. (*)

Read more

Local News