PanenTalks, Jakarta – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai pemahaman terhadap teknologi iradiasi perlu peningkatan. Hal ini mencakup identifikasi peluang dan tantangan dalam pengawasan ekspor, kesiapan infrastruktur, regulasi, serta riset mendukung.
Penerapan teknologi penting guna memperpanjang masa simpan produk segar dan standar keamanan pangan internasional. Oleh sebab itu, pemanfataan teknologi iradiasi untuk meningkatkan daya saing ekspor produk pertanian Indonesia. Kendati begitu, pemanfaatan masih menghadapi sejumlah tantangan. Mulai dari kesiapan infrastruktur, regulasi hingga pemahaman pelaku usaha dan masyarakat.
Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN, R. Hendrian mengungkapkan, BRIN berperan dalam memperkuat ekonomi berbasis teknologi dan inovasi, khususnya mendukung ekspor produk pertanian.
“Diperlukan pula penguatan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan peneliti untuk mendorong penerapan teknologi iradiasi secara efektif dan berkelanjutan,” jelas dia saat mengutip brin.go.id, Jumat 1 Agustus 2025.
Anggota Dewan Pengarah BRIN, Tri Mumpuni mengatakan, pentingnya peran teknologi iradiasi dalam mendukung ekspor dan keamanan pangan. Indonesia memiliki alpukat berukuran besar, berkualitas baik, dan bercita rasa lezat. Namun, banyak alpukat rusak sebelum sampai ke konsumen karena belum mendapatkan sentuhan teknologi, termasuk iradiasi. Akibatnya, hanya sekitar 80 dapat bertahan saat proses distribusi.
“Hal ini (teknologi iradiasi) harus kita angkat, karena menjadi salah satu fondasi yang sangat kuat dalam mewujudkan kedaulatan pangan, pertahanan pangan, dan peningkatan ekspor,” ujar Tri.
Dia menerangkan, kebijakan BRIN juga memiliki tanggung jawab moral untuk mendorong pemanfaatan teknologi ini. “Bersama Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN, akan kita bahas bersama dewan pengarah BRIN,” kata dia.
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN, Syaiful Bakhri mengatakan, terkait peran riset dalam pengembangan teknologi iradiasi dan akselerator. “Saat ini ekspor produk hasil iradiasi baru sekitar 26 persen untuk pangan,” kata dia.
Sedangkan, kata dia, sisanya untuk alat kesehatan seperti jarum suntik, sarung tangan, peralatan bedah seperti pisau, gunting bedah dan alat lain berpotensi teriradiasi.
Dia menjelaskan, BRIN telah mengembangkan basis data mengenai dosis dan proses iradiasi untuk mendukung industri, termasuk tata cara penanganan produk. Seperti buah mangga dan buah naga. Makanan telah melalui proses ini mendapat label radura. Selain bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan memperpanjang masa simpan, produk telah melalui proses iradiasi tersebut aman untuk konsumsi.
Syaiful juga menjelaskan tentang Irradiator Gamma Merah Putih (IGMP) Serpong berguna untuk mengiradiasi sampel. Ia berharap fasilitas ini dapat mendorong industri mengembangkan produk pangan berstandar ekspor. (*)