Selasa, Agustus 12, 2025

BRIN Usulkan Restorasi Lahan Gambut Berbasis Kemasyarakatan

Share

PanenTalks, Jakarta – Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) mengusulkan restorasi lahan gambut dengan pendekatan berbasis keberlanjutan masyarakat hidup di sekitarnya.

“Di samping itu juga pentingnya memisahkan respirasi heterotrofik dari total fluks CO₂ dalam pelaporan emisi. Hal ini agar data yang disajikan benar-benar mencerminkan kontribusi dari proses dekomposisi gambut,” kata Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahmuddin Agus, melansir laman brin.go.id.

Dia menerangkan, lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak mendapat pengelolaan dengan baik. Oleh karena itu, perhitungan emisi baik berasal dari dekomposisi tanah maupun kebakaran perlu melakukan secara akurat. Hal ini untuk mendukung inventarisasi nasional dan pencapaian target iklim seperti FOLU Net Sink 2030.

Kegiatan ini merupakan bagian dari kerja sama riset antara Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Salah satu temuan penting adalah hubungan kuat antara tinggi muka air tanah (groundwater level/GWL) dan emisi karbon. Berdasarkan kajian Deshmukh dan Hirano, perubahan GWL sebesar 1 cm dapat berdampak besar baik menurunkan maupun meningkatkan emisi hingga hampir 1 ton CO₂ per hektar per tahun.

“Simulasi menunjukkan bahwa peningkatan GWL sebesar 20 cm pada dua juta hektar lahan sawit gambut berpotensi menurunkan emisi hingga 26 juta ton CO₂ setiap tahun. Namun, efektivitas pengurangan emisi ini sangat bergantung pada desain dan kepadatan kanal,” terang periset bergelar profesor ini.

Fahmuddin menekankan, pentingnya peralihan ke metodologi Tier 3 dalam pelaporan emisi gas rumah kaca. “Dengan menggunakan faktor emisi berbasis data lokal termasuk kondisi tanah, kedalaman gambut, dan intervensi seperti canal blocking. Indonesia dapat menyusun laporan yang lebih akurat, kredibel, dan sesuai konteks,” kata dia.

Oleh sebab itu, ia mendorong peningkatan jumlah publikasi ilmiah dari hasil riset dalam negeri agar faktor-faktor emisi nasional mendapat pengakuan internasional melalui Emission Factor Database (EFDB) IPCC. Di samping itu juga memperkuat posisi Indonesia dalam forum perubahan iklim global. (*)

Read more

Local News