PanenTalks, Buleleng – Setelah enam tahun hiatus, Buleleng Festival (Bulfest) 2025 kembali mengguncang Singaraja, Senin (18/8).
Pembukaan festival dilakukan dengan prosesi Ngoncang, sebuah tradisi menumbuk gabah yang sarat makna, menandai dimulainya perayaan seni, budaya, ekonomi kreatif, dan pelestarian alam di Buleleng.
Wakil Gubernur Bali, Nyoman Giri Prasta, memuji penyelenggaraan Bulfest yang dinilainya mampu menjadi platform untuk melestarikan budaya lokal sekaligus menggerakkan ekonomi.
“Buleleng Festival ini luar biasa sekali,” ujar Wagub Giri. Ia berharap festival ini bisa menjadi pilar bagi generasi muda untuk berkarya tanpa menggerus akar budaya Buleleng.”
Festival tahun ini, yang mengusung tema “The Mask History of Buleleng,” tidak hanya menampilkan kekayaan seni, tetapi juga menyoroti komitmen kuat terhadap isu lingkungan.
Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra, menjelaskan festival ini melibatkan 135 relawan sampah yang bertugas mengelola limbah agar tidak membebani Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Penggunaan material daur ulang dan minimnya sampah ke TPA menjadi bukti nyata komitmen Buleleng dalam menggelar festival ramah lingkungan,” kata Sutjidra.
Ia mencontohkan patung topeng raksasa yang menjadi latar panggung utama, yang dibuat dari 1,7 ton sampah plastik daur ulang.
Wagub Giri Prasta memberikan apresiasi khusus atas inisiatif pengelolaan sampah di Bulfest, sejalan dengan program Pemerintah Provinsi Bali untuk mewujudkan Bali bebas sampah. Ia berharap upaya ini dapat terus berlanjut dan menginspirasi pembangunan berkelanjutan di Buleleng.
Guna mendukung keberlanjutan festival dan program lingkungan, Wagub Giri Prasta tidak hanya berjanji mengkaji alokasi anggaran, tetapi juga menyerahkan bantuan sebesar Rp50 juta.
Dukungan ini diharapkan dapat membantu Bulfest menjadi festival tahunan yang secara konsisten menggabungkan pelestarian seni dan budaya dengan kesadaran lingkungan.
Festival ini akan berlangsung selama enam hari, dari 18 hingga 23 Agustus 2025. Bulfest 2025 diharapkan tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga simbol nyata dari bagaimana seni dan budaya dapat menjadi penggerak utama dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. (*)