PanenTalks, Jakarta-Dari balik layar brand fashion lokal Oclo yang kini kian terkenal di platform digital, ada sosok muda yang memulai semuanya dari sebuah koper dan kuota internet. Namanya Yisti Yinika. Di usia 19 tahun, ia memulai langkah kecil yang kemudian tumbuh menjadi perjalanan besar dalam industri fashion perempuan Indonesia.
“Saya dulu cuma jualan jastip sambil kuliah. Beli barang titipan dari UMKM lokal, promosi pakai media sosial, dan kirim sendiri ke pembeli,” kenang Yisti dengan senyum. Siapa sangka, dari aktivitas sederhana itulah benih Oclo tertanam. Perlahan tapi pasti, ia mulai mengenali pola tren, selera pasar, hingga celah kebutuhan yang belum terpenuhi.
Pada tahun 2016, Oclo lahir sebagai brand online di sebuah platform e-commerce. Fokusnya sederhana: menyediakan pakaian yang anggun, sopan, dan nyaman untuk perempuan aktif usia 16–40 tahun. “Banyak perempuan muda yang kesulitan mencari outfit yang pas buat ke kantor, kondangan, atau sekadar hangout. Saya ingin hadirkan solusi dari sisi fashion yang relatable dan inklusif,” ujar Yisti.
Tujuh tahun berjalan, Oclo tak hanya bertahan—tapi berkembang pesat. Di kampanye Big Ramadan Sale 2025, pesanan Oclo meningkat lebih dari empat kali lipat berbanding hari biasa. “Kami terus adaptif. Hampir setiap minggu ada 10–25 desain baru yang kami rilis,” ujarnya. Desain-desain Oclo mengusung gaya clean look yang kini tengah naik daun, dengan warna-warna hangat seperti earth tone dan cokelat mahogany yang mudah padupadan.
Menurut Yisti, perempuan masa kini butuh busana yang tidak hanya cantik, tapi juga fungsional. “Model outfit yang ringkas, nyaman, tapi tetap stylish, sekarang jadi kebutuhan utama,” katanya. Maka dari itu, Oclo merancang pakaian yang wearable untuk aktivitas kantor, meeting hybrid, hingga jalan sore ke kafe favorit.
Tren belanja pun ikut berubah. Konsumen kini lebih tertarik pada konten visual, ulasan nyata, dan interaksi langsung dengan penjual atau sesama pengguna. Menyadari ini, Oclo beralih ke strategi pemasaran berbasis komunitas. Yisti dan timnya menggandeng content creator dan affiliator lewat Shopee Affiliate Program, juga aktif di Shopee Live dan Shopee Video.
“Ekosistem digital itu penting, tapi kami juga sedang siapkan langkah ekspansi offline. Tahun ini, insyaallah kami akan buka toko fisik pertama di Jakarta,” ujar Yisti antusias.
Tak mudah memang membangun bisnis dari nol. Yisti ingat betul masa-masa ia mengerjakan semuanya sendiri: mendesain, mengepak paket, kirim barang, hingga melayani komplain. Namun dari proses itulah, ia belajar banyak soal prioritas dan efisiensi. Kini, Oclo telah memberdayakan lebih dari 90 talenta lokal dari berbagai lini, dari penjahit, tim kreatif, produksi, hingga layanan pelanggan.
“Melalui Oclo, saya ingin menciptakan dampak nyata. Bukan cuma untuk konsumen, tapi juga untuk orang-orang yang bekerja bersama saya. Saya percaya, bisnis yang baik adalah yang bertumbuh bersama orang-orang di sekitarnya,” tuturnya.
Untuk anak muda yang ingin memulai bisnis, Yisti punya pesan sederhana tapi bermakna: “Nggak harus nunggu sempurna dulu. Jalan aja dulu. Konsisten, terbuka untuk belajar, dan jangan takut gagal. Kalau menjalani dengan hati, hasilnya akan datang seiring waktu.”
Dari koper dan jastip, kini Oclo menjelma sebagai bagian dari gelombang baru fashion lokal yang berdaya dan berdampak.