PanenTalks, Yogyakarta – Polemik soal besaran tunjangan anggota DPRD kembali mencuat di berbagai daerah, termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Merespons hal ini, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan pentingnya evaluasi tunjangan agar tetap selaras dengan kondisi keuangan daerah masing-masing.
Evaluasi ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang sebelumnya telah meminta seluruh kepala daerah untuk meninjau kembali nominal tunjangan bagi legislatif. Tito juga menekankan pentingnya komunikasi aktif antara pihak eksekutif dan legislatif dalam menentukan kebijakan tersebut.
Sorotan terhadap tunjangan DPRD makin menguat setelah kontroversi tunjangan rumah bagi anggota DPR RI senilai Rp50 juta per bulan. Pemberian tunjuangan itu akhirnya batal pada 31 Agustus 2025 akibat gelombang penolakan publik.
Di Yogyakarta sendiri, perhatian tertuju pada besaran tunjangan yang tercantum dalam regulasi lokal. Berdasarkan Pergub DIY Nomor 78 Tahun 2019, tunjangan perumahan Ketua DPRD DIY mencapai Rp27,5 juta per bulan. Sedangkan Wakil Ketua Rp22,9 juta, dan anggota DPRD Rp20,6 juta.
Untuk tunjangan komunikasi, menurut Pergub DIY Nomor 77 Tahun 2024, berkisar antara Rp17 juta hingga Rp22,5 juta per bulan. Namun ini tergantung jabatan.
Sesuai Kemampuan Fiskal
Dalam kunjungan kerjanya ke Yogyakarta, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Restuardy Daud, turut mengomentari isu ini. Ia mengatakan ketentuan perundangan memberi ruang bagi daerah untuk melakukan penyesuaian, sesuai dengan kemampuan fiskal masing-masing.
“Sejatinya di dalam ketentuan perundangan, ada ruang untuk itu. Dan kami menyerahkan kepada daerah untuk melihat sesuai dengan kondisi masing-masing. Mencermati kondisi yang ada sekarang, daerah juga bisa me-review kembali untuk menyesuaikan,” ujarnya di Kompleks Kepatihan Yogyakarta.
Ia menambahkan bahwa penyesuaian tunjangan penting dilakukan agar pemberiannya tetap proporsional dan tidak membebani keuangan daerah.
“Di dalam ketentuan perundangan memang memberikan ruang untuk itu, dan di sana secara normatif sesuai dengan kapasitas keuangan daerah masing-masing,” ucapnya.
Restuardy menilai saat ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi, terlebih dengan meningkatnya perhatian publik terhadap transparansi dan akuntabilitas belanja daerah.
“Ini kesempatan kita untuk melihat kembali, mengevaluasi sesuai dengan kondisi yang ada saat ini. Kami juga berharap daerah akan segera me-review atau mengevaluasi dan kemudian melakukan penyesuaian,” ucapnya.
Meskipun bukan direktorat yang secara langsung mengatur soal tunjangan DPRD, Dirjen Bina Pembangunan Daerah ini menekankan bahwa Kemendagri secara umum tetap mendorong penyesuaian sebagai bentuk tata kelola keuangan yang sehat dan responsif terhadap situasi sosial-ekonomi masyarakat. (*)