PanenTalks, Denpasar – Gubernur Bali Wayan Koster mengambil langkah tegas untuk membela UMKM lokal yang terancam dominasi usaha pariwisata oleh Warga Negara Asing (WNA).
Kegeraman Koster memuncak setelah menerima rentetan keluhan dari masyarakat dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal yang merasa semakin terpojok di tanah sendiri.
Menanggapi situasi genting ini, Koster segera mengumpulkan seluruh kepala perangkat daerah dan instansi vertikal se-Bali di Jayasabha, Denpasar, pada Sabtu (31/5). Rapat darurat ini bertujuan untuk mengevaluasi menyeluruh sistem perizinan dan regulasi usaha pariwisata yang dinilai memiliki banyak celah.
“Bali tidak boleh menjadi pasar bebas yang membunuh masyarakatnya sendiri,” tegas Koster dalam rapat tersebut.
Koster menyoroti banyaknya praktik usaha ilegal yang dijalankan WNA, terutama melalui sistem perizinan Online Single Submission (OSS). Ia menilai sistem ini justru membuka peluang bagi investor asing untuk menguasai sektor-sektor strategis, bahkan hingga usaha mikro seperti penyewaan kendaraan dan homestay.
“Di Badung saja, ada sekitar 400 izin usaha sewa mobil dan biro perjalanan yang dikuasai orang asing. Banyak yang tidak punya kantor, tidak tinggal di Bali, tapi tetap bisa beroperasi. Ini jelas keterlaluan,” ungkap Koster, menunjukkan kekecewaannya.
Ia menambahkan bahwa praktik semacam ini melanggar etika berusaha, menciptakan ketimpangan, dan memperparah degradasi ekonomi lokal. Koster bahkan memperingatkan bahwa jika dibiarkan, Bali berisiko mengalami kemunduran serius dalam lima tahun ke depan.
Sebagai tindak lanjut, Koster membentuk tim khusus lintas instansi untuk mengaudit menyeluruh izin usaha pariwisata di Bali.
Ia juga tengah menyiapkan regulasi baru yang lebih tegas dan berpihak pada masyarakat lokal. Langkah awal yang akan diambil adalah penerbitan Surat Edaran Penertiban Usaha dan Transportasi Wisata, yang akan menjadi dasar operasi gabungan oleh Satpol PP dan Polda Bali.
Selain itu, Koster mengusulkan kebijakan wajib bagi semua agen perjalanan wisata untuk menjadi anggota asosiasi lokal, serta verifikasi faktual untuk mencegah perusahaan “hantu” yang hanya terdaftar di OSS namun tidak memiliki eksistensi di lapangan.
“Pulau ini kecil, tapi kontribusinya besar bagi Indonesia. Kita bukan bersaing dengan daerah lain, tapi dengan negara seperti Thailand dan Malaysia. Kalau kita tidak tertib, kita akan tergilas oleh pasar kita sendiri,” pungkasnya.
Langkah proaktif Gubernur Koster ini disambut positif oleh para pelaku usaha lokal. Mereka menilai tindakan ini sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah benar-benar hadir untuk melindungi ruang usaha rakyat. “Kalau dibiarkan, Bali hanya akan jadi panggung bisnis asing. Rakyatnya cuma jadi penonton di rumah sendiri,” ujar seorang pelaku UMKM transportasi wisata yang enggan disebut namanya.
Dengan semangat kolaborasi antarinstansi dan keberanian politik dari Gubernur Koster, harapan masyarakat kembali tumbuh. Bali diharapkan bisa kembali menjadi rumah yang adil dan ramah bagi warganya, bukan sekadar surga bagi investor asing. (*)