Rabu, Juni 18, 2025

Ekonomi Kreatif Bali: Model Ideal Pembangunan Nasional

Share

PanenTalks, Denpasar – Bali kembali menuai pujian sebagai “success story” ekonomi kreatif nasional. Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menegaskan bahwa Pulau Dewata adalah contoh nyata keberhasilan Undang-Undang Ekonomi Kreatif yang ia gagas. Hampir seluruh dari 17 subsektor ekonomi kreatif—mulai dari fesyen, kuliner, seni pertunjukan, arsitektur, desain, film, musik, hingga konten digital dan AI—berkembang pesat di Bali.

“Bali adalah success story dari UU Ekraf. Hampir semua subsektor hidup di sini,” ujar Riefky usai bertemu dengan Gubernur Bali, Wayan Koster, di Jayasabha, Denpasar, 13 Juni lalu

Pertemuan santai itu berfokus pada arah pembangunan ekonomi kreatif nasional, di mana Bali dipandang sebagai model ideal pengembangan ekraf berbasis budaya lokal, sumber daya manusia, dan prinsip keberlanjutan.
Dorongan Pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif dan Perlindungan Karya Lokal

Dalam upaya memperkuat ekosistem, Kementerian Ekonomi Kreatif kini aktif mendorong pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Data kementerian menunjukkan bahwa 45 persen daerah siap membentuk dinas tersendiri, dengan tambahan 20 persen kabupaten/kota dalam proses kesiapan.

“Selama ini, bidang ekonomi kreatif hanya ada di bawah dinas pariwisata atau kabid. Output-nya hanya paper. Seharusnya output-nya adalah pelaku, pengusaha muda, dan karya nyata,” tegas Riefky. Oleh karena itu, pembentukan dinas ini menjadi krusial untuk sinergi yang lebih kuat dan hasil yang konkret.

Menteri Riefky juga menyampaikan dukungan penuh untuk berbagai inisiatif ekraf di Bali, termasuk pengembangan kawasan ekonomi kreatif, fasilitasi pendanaan, penguatan regulasi perlindungan karya lokal, hingga penyelenggaraan turnamen game digital tingkat nasional dan internasional.

“Kita tidak ingin kreativitas anak muda hanya dibeli murah oleh investor asing. Kita harus kuatkan posisi pelaku lokal dan melindungi potensi besar yang dimiliki anak-anak muda kita,” tambahnya.

Gubernur Koster menjelaskan bahwa kebijakan pembangunan ekonomi kreatif Bali disusun berdasarkan realita bahwa pulau ini tidak memiliki sumber daya tambang, melainkan kaya akan budaya, kreativitas, dan warisan lokal. Ia melihat potensi luar biasa pada anak-anak muda Bali, yang terbukti dalam berbagai festival dan inisiatif komunitas seperti PICA Fest.
“Ekonomi kreatif di Bali harus dibangun dari basis lokal,” kata Koster.

“Kita tidak punya tambang, yang kita punya adalah budaya yang hidup. Karena itu, saya fasilitasi anak-anak muda yang kreatif, seperti dalam pembuatan produk fesyen, kriya, hingga digital. Ini basis untuk masa depan.”

Gubernur juga menyoroti pelajaran berharga dari pandemi COVID-19, ketika ketergantungan tinggi Bali pada sektor pariwisata (sekitar 66 persen terhadap PDRB) menyebabkan keterpurukan ekonomi. Oleh karena itu, Koster menggagas Transformasi Ekonomi Bali berbasis enam sektor unggulan, di antaranya adalah ekonomi kreatif dan digital. Pariwisata, dalam visi ini, menjadi “bonus” dan bukan lagi tulang punggung utama.

“Dengan transformasi ini, hulu-hilir ekonomi bergerak. Kalau pariwisata terganggu, ekonomi Bali tetap bisa bertahan. Ini adalah ide besar yang sedang kami bangun,” jelasnya. Bali bahkan berencana membentuk Badan Ekonomi Kreatif dan Digital untuk mewadahi pelaku industri kreatif, yang sebagian besar adalah UMKM dan IKM. Badan ini diharapkan dapat mengatur regulasi lintas sektor, menjembatani permodalan, serta memfasilitasi kerja sama dan pasar.

Kita tidak bisa terlalu kapitalistik dalam ekraf. Kalau tidak dilindungi, yang kecil-kecil akan mati. Maka harus ada regulasi yang berpihak dan lembaga yang kuat. Saya yakin ekraf adalah ekonomi masa depan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” pungkasnya. (*)

Sekretaris Kementerian Ekonomi Kreatif, Dessy Ruhati, turut mengamini bahwa Bali saat ini merupakan provinsi terbaik dalam penerapan ekonomi kreatif. Seluruh 17 subsektor ekraf tidak hanya hidup dan aktif, tetapi juga menjadi penyelamat perekonomian Bali saat pandemi melanda.
“Bali luar biasa. Ketika semua daerah limbung karena pandemi, subsektor ekraf di Bali justru menjadi penyelamat ekonomi. Ketika ekonomi kreatif dipadukan dengan digital, dampaknya luar biasa. Bali jadi contoh nasional yang ideal,” ungkap Dessy. Ia menekankan bahwa sinergi pemerintah pusat dan daerah adalah kunci untuk mempercepat penguatan kelembagaan, literasi bisnis, dan akses pasar serta investasi. (*)

Read more

Local News