Panentalks, Yogyakarta -Diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia, batik bukan sekadar kain bermotif bagi Indonesia, melainkan representasi kekayaan tradisi yang hidup. Di antara beragamnya jenis batik, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memiliki permata unik bernama Batik Nitik.
Keistimewaannya terletak pada motifnya yang tersusun dari ribuan titik persegi, berpadu membentuk ruang, sudut, dan bidang geometris yang khas. Sebagai batik tertua di lingkungan Kraton Yogyakarta, Batik Nitik telah meluas dan menjadi identitas budaya masyarakat setempat. Pengakuan atas keunikan ini dibuktikan dengan diraihnya Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) sebagai indikasi geografis Yogyakarta, menjadikannya satu-satunya batik dengan status tersebut.
Kesadaran akan nilai budaya dan potensi ekonomi Batik Nitik mendorong Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) DIY untuk melaksanakan monitoring Indikasi Geografis Terdaftar pada Selasa (29/4).
Kepala Kanwil Kemenkumham DIY, Agung Rektono Seto, menegaskan bahwa Batik Nitik adalah aset indikasi geografis yang tak ternilai. Lebih dari sekadar warisan budaya, Batik Nitik menyimpan potensi ekonomi kreatif yang signifikan jika dikelola secara berkelanjutan.
“Batik Nitik adalah warisan budaya sekaligus aset ekonomi kreatif yang harus kita jaga,” ungkap Agung Rektono Seto. Pengawasan ini penting untuk menjamin keaslian dan kualitasnya, sekaligus memberikan perlindungan hukum bagi para perajin dari ancaman pemalsuan.”
Lebih jauh, visi pengembangan Batik Nitik ke depan adalah menjadikannya komoditas unggulan DIY dalam sektor ekonomi kreatif. Dengan adanya perlindungan indikasi geografis, Batik Nitik diharapkan memiliki daya saing yang lebih kuat, baik di pasar nasional maupun internasional.
Langkah ini sejalan dengan tren global yang semakin mengapresiasi produk-produk berbasis budaya lokal dan praktik berkelanjutan.
“Batik Nitik adalah warisan budaya sekaligus aset ekonomi kreatif yang harus kita jaga. Pengawasan ini penting agar keaslian dan kualitasnya tetap terjamin, serta memberikan perlindungan hukum terhadap para perajin dari potensi pemalsuan,” ujar Agung Rektono Seto.
Kanwil Kemenkum DIY juga berkomitmen untuk terus melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para pemilik indikasi geografis agar mampu mengelola dan memanfaatkan perlindungan hukum ini secara maksimal.
Selain itu, kolaborasi dengan pemerintah daerah, komunitas perajin, dan pelaku usaha akan diperkuat untuk memperluas pasar dan memperkuat branding Batik Nitik sebagai ikon kebanggaan Yogyakarta.
Dengan pengawasan dan pengembangan yang berkelanjutan, diharapkan Batik Nitik tidak hanya menjadi simbol warisan budaya, tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal serta memperkuat posisi DIY sebagai pusat batik nasional dan internasional. (*)
Editor: Rahmat