PanenTalks, Jakarta – Pemerintah Indonesia meyakini bahwa iklim investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) mulai menunjukkan tren positif. Langkah-langkah strategis, termasuk kembali diberlakukannya skema cost recovery dalam kontrak bagi hasil, dinilai mampu meningkatkan daya saing dan agresivitas investasi migas, terutama di tahap eksplorasi.
Optimisme ini ditegaskan dalam acara Media Briefing Menuju IPA Convex 2025 yang bertajuk “Prospektivitas Migas Indonesia untuk Eksplorasi yang Atraktif dan Agresif”, Kamis (24/4) di Jakarta.
Koordinator Pengawasan Eksplorasi Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM, Yulianto, menyebut eksplorasi migas masih sangat krusial di tengah proyeksi kebutuhan energi fosil yang tetap tinggi dalam satu dekade ke depan.
“Industri migas Indonesia masih memiliki daya tarik tersendiri. Pemerintah terus melakukan pembenahan dari sisi regulasi dan skema fiskal agar dapat menjawab kebutuhan dan ekspektasi investor,” jelas Yulianto.
Ia menambahkan, dengan sumber daya migas yang besar, Indonesia memiliki peluang untuk menghindari krisis energi jika potensi tersebut dimonetisasi secara optimal. Hingga kini, tercatat 24 joint study aktif sebagai indikator meningkatnya minat terhadap blok-blok eksplorasi baru.
Kepala Divisi Prospektivitas Migas dan Manajemen Data Wilayah Kerja SKK Migas, Asnidar, mengungkapkan bahwa masih terdapat 65 dari 128 cekungan sedimen (basin) di Indonesia yang belum tersentuh eksplorasi.
Untuk mendorong penetrasi investasi, SKK Migas membuka peluang insentif yang lebih besar, khususnya di wilayah-wilayah frontier seperti laut dalam dan area dengan topografi ekstrem yang memiliki risiko dan biaya tinggi.
“Kami telah menyiapkan anggaran hingga US$ 300 juta untuk eksplorasi area terbuka. Ini saat yang tepat untuk mempercepat kegiatan eksplorasi,” tegas Asnidar.
Dukungan dari pelaku industri migas juga menguatkan sinyal positif ini. Senior Manager Exploration PETRONAS Indonesia, Ruszaidi B Kahar, menyatakan bahwa PETRONAS berkomitmen mendukung target produksi energi nasional.
Menurutnya, keputusan investasi sangat ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk kemudahan berusaha, stabilitas politik, kepastian hukum, dan fleksibilitas fiskal. Wilayah dengan risiko tinggi, katanya, perlu diberikan insentif lebih besar agar tetap kompetitif di tingkat global.
“Potensi migas Indonesia sangat besar. Letak geografis yang strategis dan kekayaan sumber daya membuat Indonesia sangat potensial sebagai destinasi investasi energi jangka panjang,” jelas Ruszaidi.
Sejalan dengan harapan investor, pemerintah juga diminta terus memperkuat koordinasi antar-lembaga dan dengan pemerintah daerah guna mempercepat implementasi kebijakan. Kepastian regulasi, kemudahan perizinan, serta term and condition yang kompetitif menjadi faktor kunci agar Indonesia tetap unggul dalam persaingan global memperebutkan investasi migas.
Dengan semakin aktifnya eksplorasi dan terbukanya peluang investasi, sektor hulu migas Indonesia diyakini akan memainkan peran penting dalam menjawab tantangan energi masa depan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.