Jumat, Oktober 3, 2025

Ekspor Pasir Laut, UGM Kritisi Arah Kebijakan Pemerintah

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Kebijakan ekspor pasir laut kembali menjadi sorotan setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi terhadap aturan pelarangan ekspor komoditas itu. Pakar Geodesi Universitas Gadjah Mada (UGM), I Made Andi Arsana, turut memberikan pandangan kritis terkait polemik ini.

Ia menjelaskan, pengerukan sedimentasi di laut sejatinya memiliki tujuan teknis yang sudah tepat. Pasalnya pengerukan ini turut menjaga jalur pelayaran serta mencegah kerusakan terumbu karang.

Namun, menurutnya, pengelolaan hasil kerukan itu harus ada penyertaan kebijakan yang tepat dan berpihak pada keberlanjutan lingkungan.

Kebijakan Multitafsir

“Dalam PP itu ada penjelasan empat pemanfaatan pasir laut, termasuk, reklamasi pembangunan. Pada bagian akhir ada penjelasan jika kebutuhan nasional sudah terpenuhi, maka bisa mengekspor pasir,” ujar Andi, Senin 14 Juli 2025.

Meski demikian, ia menilai muatan dalam kebijakan ini bisa menimbulkan multitafsir. Pasalnya, ketentuan tersebut justru memberi ruang pada ekspor sebagai opsi, bukan sekadar konsekuensi teknis pengerukan.

Hal ini ada kekhawatiran akan menggeser orientasi dari pemeliharaan lingkungan menjadi eksploitasi sumber daya. Ini yang perlu menjadi perhatian pemerintah.

“Dengan kata lain, ada kekhawatiran aktivitas pengerukan pasir laut timbul bukan untuk fungsi pemeliharaan namun ada tujuan nilai ekonomi,” katanya.

Batas Maritim

Isu ekspor pasir laut juga bersinggungan dengan persoalan batas maritim Indonesia dan Singapura. Andi menyoroti bahwa hingga saat ini, belum ada kesepakatan final mengenai perbatasan laut kedua negara.

Padahal Singapura selama ini menjadi salah satu pengimpor terbesar pasir dari Indonesia untuk kebutuhan reklamasi wilayahnya.

“Ini sesungguhnya merupakan langkah yang baik. Tetapi pertanyaannya, bagaimana pengelolaan hasil pengerukan pasir laut saat tidak bisa melakukan ekspor,” ucap Andi.

Ia menekankan pemerintah perlu merespons uji materi secara serius setelah MA mengabulkannya. Pertanyaan strategis adalah bagaimana nasib hasil kerukan jika ada larangan ekspor.

Lalu bagaimana langkah selanjutnya agar tidak memunculkan kerusakan lingkungan yang justru lebih besar. Pemerintah harus bisa menghindari adanya dampak kerusakan ekologis.

“Jangan sampai adanya kebijakan pelarangan ekspor justru menimbulkan dampak ekologis yang lebih besar lagi,” kata dia memungkasi. (*)

Read more

Local News