PanenTalks, Yogyakarta – Kota Yogyakarta menerima enam WBT yaitu tradisi Cublak-cublak Suweng, Tari Wira Pertiwi, Tari Kuda-Kuda, Ketan Lupis Yogyakarta, Becak Yogyakarta dan Kopi Joss yang menjadi pengakuan tertinggi atas nilai yang menjadi jati diri DIY.
Pelestarian Budaya Takbenda (WBT) tidak sekadar menjaga bentuk atau penampilan tradisi, tetapi juga menjaga nilai-nilai, makna, dan fungsi sosial budaya, agar tetap hidup dan terintegrasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Untuk memastikan warisan budaya ini dapat terus hidup, bermakna, dan memberikan manfaat lintas generasi berikut ini enam WTB yang di terima Kota Yogyakarta.

Tradisi Cublak-cublak Suweng
Cublak-cublak Suweng adalah permainan tradisional yang dimainkan dengan bernyanyi dan melakukan gerakan sederhana. Permainan ini melibatkan sekelompok anak-anak yang duduk melingkar, sementara satu anak berbaring di tengah dan berbaring dengan mata tertutup. Anak yang berbaring ini akan menebak siapa yang memegang biji atau kerikil yang disembunyikan di tangan.

Cara bermainnya adalah anak-anak duduk melingkar dan menyanyikan lagu Cublak-cublak Suweng, sementara satu anak menjadi Pak Empong dan berbaring di tengah. Anak-anak lainnya memegang biji atau kerikil dan menyembunyikannya di tangan, lalu berpura-pura menaruhnya di tangan lain dengan iringan lagu. Pak Empong kemudian menebak di tangan siapa biji/kerikil disembunyikan.
Permainan ini juga mengandung nilai moral, seperti kebersamaan, kejujuran, dan kearifan lokal. Lirik lagu juga mengajarkan nilai-nilai seperti rendah diri, menjaga harmoni, dan tidak mengikuti hawa nafsu.
Tari Wira Pertiwi
Tari Wira Pertiwi merupakan tarian kreasi baru yang diciptakan oleh Bagong Kussudiardjo, seorang maestro tari Indonesia asal Yogyakarta. Tarian ini diciptakan pada tahun 1967 dan dipentaskan pertama kali di Jakarta pada tahun 1976.

Tari Wira Pertiwi terinspirasi oleh semangat juang para pahlawan wanita Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Bagong Kussudiardjo ingin menciptakan tarian yang menggambarkan keberanian, ketegasan, dan ketangguhan wanita Indonesia dalam membela tanah air.
Gerakan Tari Wira Pertiwi dinamis dan penuh semangat. Gerakan-gerakannya terinspirasi dari pencak silat dan tari-tarian tradisional Jawa, seperti Bedhaya dan Srimpi. Tarian ini diiringi oleh musik gamelan yang energik dan membangkitkan semangat.
Tari Kuda-kuda
Tari Kuda-kuda adalah tari kreasi baru yang banyak ditampilkan di Yogyakarta, khususnya dalam acara-acara seni atau perayaan. Tari Kuda-kuda diciptakan oleh Bagong Kussudiardja bersama dengan Kuswadji pada tahun 1953. Tarian ini merupakan karya awal Bagong dan termasuk dalam kategori kreasi baru, namun kemudian menjadi bagian dari tari klasik gaya Yogyakarta.

Tarian ini memiliki durasi yang singkat. Pada awalnya, tarian ini dikategorikan sebagai kreasi baru, namun kemudian menjadi bagian dari tari klasik gaya Yogyakarta.
Ketan Lupis Yogyakarta
Ketan Lupis Yogyakarta adalah kue tradisional yang terbuat dari ketan putih yang dibungkus daun pisang dan dikukus. Setelah matang, lupis biasanya disiram dengan gula merah cair dan ditaburi kelapa parut. Kue ini memiliki rasa manis dan kenyal yang khas, menjadikannya camilan favorit di Yogyakarta.

Di Yogyakarta, ada penjual lupis legendaris bernama Lupis Mbah Satinem yang juga menjual jajanan tradisional lainnya seperti gatot, cenil, dan tiwul.
Becak Yogyakarta
Becak Yogyakarta adalah moda transportasi tradisional beroda tiga yang menjadi ikon wisata di Yogyakarta. Fungsinya telah beralih dari mengangkut barang dan penumpang sehari-hari menjadi pilihan wisatawan untuk berkeliling kota dan menikmati suasana Yogya.

Pemerintah DIY berupaya mempertahankan keberadaan becak kayuh dengan mentransformasi menjadi becak kayuh listrik (Berkreatif). Becak ini dilengkapi dengan pedal assist atau teknologi listrik, sehingga lebih ramah lingkungan dan nyaman bagi pengemudi.
Becak kayu listrik ini sering dioperasikan di kawasan Malioboro dan sekitarnya karena menjadi pusat aktivitas wisata.
Kopi Joss
Kopi joss adalah kopi khas Yogyakarta yang disajikan dengan arang panas. Arang panas tersebut dimasukkan ke dalam kopi panas yang telah diseduh dengan gula, dan menghasilkan suara “joss” saat arang dicelupkan.

Kopi ini menjadi populer karena sensasi uniknya dan dipercaya memiliki manfaat kesehatan seperti dapat membantu detoksifikasi tubuh, mencegah panas dalam, dan mengurangi asam lambung.
Kopi jos bermula di Angkringan Lek Man, salah satu angkringan legendaris yang berada di dekat Stasiun Yogyakarta pada tahun 1968 sebagai variasi kopi untuk memenuhi permintaan pelanggan. Kini kopi joss menjadi menu kebanyakan di angkringan yang ada di Yogyakarta. (*)
Editor : Rahmat