Senin, Juni 23, 2025

Festival Godong Opo-Opo: Merawat Warisan Budaya Era Modern

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Taman Budaya Embung Giwangan (TBEG) kemarin sontak bertransformasi menjadi pusat perayaan budaya yang sarat makna. Festival Godong Opo-Opo 2025 resmi dibuka, mengumandangkan semangat “nguri-uri budaya” di tengah gempuran modernisasi yang tak terhindarkan.

Acara dibuka secara simbolis oleh Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, yang dengan sigap mencabut Godhong Opo Opo. Dalam sambutannya yang penuh semangat, Wawan Harmawan menyampaikan apresiasi mendalam atas terselenggaranya festival ini, menegaskan posisinya sebagai agenda krusial dalam peta kebudayaan Kota Yogyakarta.

“Festival ini lebih dari sekadar perayaan, ini adalah ruang pertemuan inklusif yang menyatukan budaya lokal, para pelaku seni, komunitas pencinta rempah, dan seluruh lapisan masyarakat,” ujar Wawan. “Semakin banyak seniman yang terlibat, semakin kokoh semangat kita dalam melestarikan budaya dan warisan alam yang tak ternilai.”

Ia pun tak lupa mengajak para pemerhati budaya dan generasi muda untuk terus “nguri-uri”—merawat dan menghidupkan—budaya, demi menjaga identitas dan kearifan lokal agar tak lekang dimakan waktu.

Para pengunjung festival disuguhkan parade pertunjukan tradisional yang memukau. Alunan merdu Keroncong Gita Kenanga berpadu harmonis dengan gamelan indah dari Karawitan Sekar Muda Laras asuhan Mbah Gito. Tak ketinggalan, Wayang Interaktif oleh Ki Mbulus Eko Surya berhasil menghipnotis penonton dengan narasi dan sentuhan modern.

Puncak kemeriahan festival ditandai dengan Arak-arakan Bregada Puspa Kridhatama. Barisan prajurit budaya ini dengan gagah membawa gunungan megah yang berisi aneka rempah-rempah, sebuah simbol kuat akan kemakmuran bumi dan kekayaan warisan alam Indonesia.

Penampilan Angklung Wredha Palupi. (dok:pemkotyogya)

Selanjutnya, pengunjung dihibur penampilan Angklung Wredha Palupi, pembacaan puisi Sastra Mbeling, dan Tari Bedayan Jampi Usada menambah kekayaan suasana, sarat makna spiritual dan penyembuhan.

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, menyampaikan, pelestarian budaya harus dilakukan secara dinamis dan adaptif. “Budaya tidak bisa stagnan. Ia harus berkembang dengan tetap berpijak pada substansi dasar budaya kita sendiri, yang sangat kaya dan beragam, terutama di wilayah Kota Yogyakarta. Potensi penanda keistimewaan di setiap wilayah harus terus dilestarikan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Jaringan Masyarakat Budaya Nusantara, Prijo Mustiko, menjelaskan filosofi di balik nama festival. Godong Opo-Opo merupakan tradisi budaya Jawa dalam prosesi pernikahan, di mana tanaman-tanaman tertentu dipasang di depan rumah mempelai wanita sebagai simbol kesiapan menghadapi lika-liku rumah tangga.

“Simbol ‘opo-opo’ menyiratkan bahwa dalam perjalanan hidup, akan ada tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai kebahagiaan,” ujarnya.

Ia menambahkan, festival tahun ini mengusung tema ‘Festival Rempah, Merawat Tradisi, Menyemai Inspirasi’. Melalui tema ini, Ia berharap, dapat terus mempromosikan kekayaan rempah-rempah Indonesia sembari mengajak generasi muda untuk ikut nguri-uri warisan budaya Nusantara.

Pengunjung yang hadir di Festival Godong Opo-opo 2025. (dok:pemkotyogya)

Salah satu pengunjung yang hadir, Sumartini (61) warga Sorosutan juga memberikan tanggapan positif terhadap acara ini. Menurutnya, kegiatan ini sangatlah menarik, terutama bagi para lansia.

“Sereh, jeruk nipis, jahe, laos, kunir putih, daun salam serta rempah-rempah yang dibagikan dalam festival ini sangat menyegarkan, dan membuat semangat, terutama bagi kami para lansia. Pemberian ini bisa kita gunakan untuk minuman dan masakan, sangat berguna,” katanya. (*)

Editor: Rahmat

Read more

Local News