Kamis, Juni 19, 2025

Film Pendek Serenada Siratkan Pesan Pentingnya Koneksi Kembali dengan Keluarga Lewat Komunikasi 

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Kesehatan mental menjadi isu serius dan semakin banyak dibicarakan, terutama di kalangan muda. Masalah mental ini tidak hanya berdampak pada kehidupan pribadi mereka, tetapi juga pada potensi kontribusi mereka di masa depan.

Guna memberikan pemahaman terkait kesehatan mental, Yayasan Rumpun Nurani bekerja sama berkolaborasi dengan Yasayan Lembaga Advokasi Keluarga Indonesia (LAKI) menggelar nonton bareng film pendek Serenada di Gedung Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Universitas Gadjah Mada (UGM).

Project Leader School-Based Mental Health (SBMH), Renta Chrisidiana, mengatakan, nonton bareng ini menjadi bagian dari upaya advokasi dan kampanye kesehatan mental connect to care bagi para pelajar dan mahasiswa saat ini. 

Melalui hastag itu, jelas Renta, pihaknya ingin menyebarkan pesan tentang pentingnya koneksi untuk meningkatkan kepedulian pada diri sendiri dan orang lain, terutama dengan relasi terdekat, seperti keluarga, sahabat, kerabat, teman.

“Jadi, kami membangun community of care, komunitas saling peduli yang semakin ditingkatkan,” tuturnya. Mengingat, pasca pandemi Covid-19, terdeteksi semakin meningkatnya permasalahan atau kasus terkait dengan gangguan kesehatan mental, terutama di kalangan generasi muda.

Film ini bercerita tentang hubungan antara Ayah dan Anak Laki-lakinya tidak selalu menemukan kata sepakat. Lewat film tersebut, mereka ingin mengingatkan pentingnya koneksi kembali dalam meningkatkan kepedulian berawal dari diri sendiri, kemudian kepedulian kepada orang lain, terutama paling dekat keluarga kemudian sahabat, kerabat, serta teman.

Dia tak menampik kondisi sekarang sangat gelap sehingga anak-anak muda seperti tidak bisa melihat cahaya, baik dari sisi diri sendiri maupun relasi terdekat. Itu didasarkan pada hasil risetnya pada dua sekolah yang menjadi pilot project penelitian mereka.

“Kita merasa dengan film bisa menyajikan satu cerita yang bisa pada perasaan terdalam itu narasi. Kita udah capek ya, ke level intelektual kita mikir, kita butuh rasa nih dan film itu juga menyajikan cerita yang hampir nyata,” ucapnya.

Sementara itu, Project Manager Film Serenada, Febri Tugas Pratama menjelaskan, film pendek yang ia produksi ini menggambarkan tentang fenomena perseteruan antara ayah (Bapak) dan anak laki-laki (Lanang) memiliki ego sama besar sehingga kemunikasinya tidak efektif.

Ada banyak pesan tersirat ingin disampaikan termasuk cara berkomunikasi tanpa melibatkan emosi.

“Itu seringkali terjadi di masyarakat. Padahal, seharusnya berkomunikasi itu bisa memberi ruang untuk menyampaikan pendapat, dan mengungkapkan perasaan mereka masing-masing. Pesan film ini, berkomunikasi tanpa emosi dulu. Ketika berdikusi, emosinya dikesampingkan dulu supaya lebih clear. Tidak ada nada tinggi dan saling membentak, jadi semuanya netral,” paparnya.

Salah satu peserta, Rara, mengaku sangat emosional karena film tersebut relate (berhubungan) dengan kehidupannya. Hanya saja, Rara tak sependapat bahwa komunikasi bisa menyelesaikan masalah antara orang tua dan anak. Sebab, ketika dirinya melakukan itu, permasalahnnya tetap tak terselesaikan, karena masing-masing pihak punya perspektif berbeda sehingga menimbulkan selisih paham.

Kendati begitu, Rara menyambut baik Program Berlayar karena merasa lega dapat mengungkapkan apa yang selama ini dipendam dalam dada. Ia pun mengaku menjadi lebih sadar tentang kesehatan mental sehingga bisa menjadi bekal ketika nanti menjadi orangtua.

“Masalah yang saya hadapi sedikit banyak seperti itu. Aku sedikit bersyukur adanya perspektif dari orang tuanya sendiri kayak membantu aku berfikir, yang fikiran terbuka terus aku suka banget tadi filmnya itu ada yang bagian sisi orang lain,” terangnya.

Ia berharap, kampanye kesehatan mental lewat nonton film bareng bisa menjadikan generasi muda sadar. (*)

Editor : Hendrati Hapsari

Read more

Local News