PanenTalks, Majalengka – Sebuah tonggak penting dalam upaya penguatan peran ayah dalam keluarga Indonesia ditandai dengan peluncuran Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) oleh Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Mendukbangga/Kepala BKKBN), Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd.
Acara berlangsung di Gedung Islamic Center, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, pada Senin (21/4/2025) ini terasa istimewa karena bertepatan dengan peringatan Hari Kartini.
Momentum ini dipilih sebagai simbol kesetaraan gender, kemajuan kaum perempuan, dan fondasi yang kokoh bagi institusi keluarga di Tanah Air.
Dalam dialog hangat dengan ratusan penggiat dan komunitas ayah teladan yang hadir, Menteri Wihaji menekankan bahwa GATI merupakan bagian dari “emansipasi pria”.
Ia menggarisbawahi perjuangan Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, dan kini, gerakan ini hadir untuk mendorong peran aktif laki-laki dalam keluarga, tentu dengan pengecualian kodrati seperti melahirkan, menyusui, dan hamil.
Lebih lanjut, Menteri Wihaji memaparkan beragam program yang disiapkan Kemendukbangga/BKKBN melalui GATI.
Program-program tersebut meliputi layanan konseling daring melalui platform Siapnikah dan Satyagatra, penguatan komunitas ayah teladan melalui Konsorsium Penggiat dan Komunitas Ayah Teladan (KOMPAK TENAN), inisiasi Desa/Kelurahan Ayah Teladan (DEKAT) di Kampung KB, serta program Sekolah Bersama Ayah (SEBAYA) di lingkungan pendidikan.
Menurutnya, inisiatif-inisiatif ini tidak hanya inovatif tetapi juga krusial dalam membentuk budaya pengasuhan yang seimbang dan adil gender.
Menteri Wihaji mengungkapkan keprihatinannya terhadap data yang menunjukkan masih banyak anak di Indonesia yang tumbuh tanpa kehadiran figur ayah (fatherless).
Merujuk pada data UNICEF tahun 2021, sekitar 20,9% anak Indonesia tidak memiliki figur ayah akibat perceraian, kematian, atau tuntutan pekerjaan. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun yang sama juga mencatat bahwa hanya 37,17% anak usia 0–5 tahun yang dibesarkan oleh kedua orang tua secara bersamaan.
Wihaji menegaskan peran ayah memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak. Namun, peran ini seringkali terabaikan dan hanya direduksi sebagai pencari nafkah.
Akibatnya, beban pengasuhan dan pendidikan anak lebih banyak diemban oleh ibu, sementara ayah cenderung kurang terlibat dalam kehidupan sehari-hari anak, terutama dalam hal dukungan emosional dan pendampingan di masa remaja.
“Melalui GATI, kita ingin menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kehadiran ayah dalam tumbuh kembang anak dan pendampingan remaja,” ujar Menteri Wihaji.
Ini adalah kunci untuk mewujudkan keluarga berkualitas yang akan melahirkan generasi berkarakter.
“Kita sering mendengar istilah generasi stroberi, generasi yang lemah dan mudah menyerah. Program GATI diharapkan dapat mengatasi fenomena ini,” sambungnya.
Peran ayah dalam pengasuhan akan membantu mewujudkan generasi yang tangguh dan berkualitas, siap menghadapi bonus demografi.
Peluncuran GATI ini juga dikolaborasikan dengan pelayanan Vasektomi Serentak di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Langkah ini merupakan wujud kampanye kesetaraan peran pria dalam perencanaan keluarga dan pengendalian kelahiran.
“Ini (vasektomi) adalah wujud cinta, komitmen, dan kesetaraan dalam perencanaan keluarga,” pungkas Menteri Wihaji.
Acara peluncuran ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Wakil Bupati Majalengka, anggota DPR RI, perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta lembaga terkait lainnya.
Turut hadir pula Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), Ketua Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), mitra Konsorsium Komunitas dan Penggiat Ayah Teladan (Kompak Tenan), kader dan penyuluh KB, tenaga kesehatan, peserta vasektomi, para ayah, calon ayah, remaja, dan lansia.(*)