PanenTalks, Mataram – Di tengah lanskap Nusa Tenggara Barat yang subur, kabar gembira panen raya jagung bersemi, menjanjikan pundi-pundi rezeki bagi para petani. Namun, di balik potensi kemakmuran ini, tersembunyi tantangan distribusi dan stabilitas harga yang memerlukan perhatian serius.
Pemerintah pusat, melalui Badan Pangan Nasional (NFA), sigap merespons dinamika ini, merancang serangkaian langkah strategis untuk mengawal “emas” dari Bumi Gora agar manfaatnya benar-benar dirasakan hingga ke pelosok negeri.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) merekam potensi panen yang luar biasa, mencapai 105,2 ribu hektare untuk periode Januari hingga Mei 2025. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan kerja keras petani NTB dan potensi besar wilayah ini sebagai salah satu penyangga pangan nasional. Dengan estimasi produksi mencapai jutaan ton, NTB menjelma menjadi salah satu produsen jagung terkemuka di Indonesia.
Namun, melimpahnya panen membawa konsekuensi tersendiri. Kekhawatiran akan penurunan harga di tingkat petani menjadi perhatian utama. Pemerintah tak ingin senyum sumringah petani saat panen berganti dengan kerut dahi akibat harga jual yang tak sepadan.
Oleh karena itu, langkah konkret pun diambil. Perum Bulog didaulat untuk meningkatkan serapan jagung lokal, menjadi jangkar stabilisasi harga di tengah gelombang panen raya.
Lebih dari sekadar intervensi pasar, pemerintah menyadari pentingnya orkestrasi yang melibatkan berbagai pihak. Sektor swasta, terutama industri perunggasan yang “haus” akan pasokan jagung sebagai bahan baku pakan, didorong untuk memainkan peran aktif. Bayangkan ribuan ayam dan ternak lainnya yang bergantung pada jagung dari NTB. Keterlibatan swasta bukan hanya soal bisnis, tetapi juga tentang keberlanjutan rantai pasok pangan.
“Kita melihat potensi panen raya jagung di NTB bagaikan air bah yang siap mengalir. Tugas kita adalah memastikan aliran ini lancar hingga ke hilir, tanpa ada sumbatan yang merugikan petani,” ujar I Gusti Ketut Astawa, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, dalam rapat koordinasi virtual.
Peta jalur distribusi laut pun menjadi fokus utama. Pelabuhan-pelabuhan di NTB, gerbang utama keluarnya jagung, harus siap menampung dan memberangkatkan hasil panen ini dengan efisien.
Gambaran antrean truk bermuatan jagung di pelabuhan menjadi momok yang ingin dihindari. Sinergi dengan operator tol laut dan pemerintah daerah menjadi kunci.
Pemerintah Provinsi NTB menunjukkan komitmennya dengan mengedukasi petani tentang praktik panen yang baik, mengidentifikasi gudang-gudang strategis untuk Bulog, dan memastikan jalan serta pelabuhan di Pulau Lombok dan Sumbawa berfungsi optimal.
Di tengah dinamika ini, data harga menjadi kompas yang memandu langkah pemerintah. Per 18 April 2025, rata-rata harga jagung di tingkat petani NTB berada di angka Rp 4.222 per kilogram. Namun, variasi harga di berbagai kabupaten/kota, seperti Bima yang mencatatkan harga terendah, mengindikasikan perlunya pemerataan stabilisasi harga.
Kabar angin segar berhembus dari PT Pelindo. Mereka menyatakan kesiapannya untuk mempercepat ritme bongkar muat kapal pengangkut jagung. Langkah ini bagaikan oase di tengah gurun logistik, menjanjikan arus distribusi yang lebih lancar dan efisien.
Pemerintah juga memberikan perhatian pada detail-detail teknis, seperti pengemasan dan keberadaan gudang penyangga di sekitar pelabuhan, untuk meminimalkan potensi kendala di lapangan.
Lebih jauh, sebuah rancangan Instruksi Presiden (Inpres) tengah menanti ketuk palu di Istana Negara. Inpres ini diharapkan menjadi payung hukum yang memperkuat komitmen pemerintah dalam menyerap produksi jagung dalam negeri, memberikan kepastian pasar bagi para petani.
Di balik layar, Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, merangkai strategi komprehensif. Pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan, pemetaan kebutuhan industri pakan ternak, hingga perhitungan biaya logistik secara cermat menjadi bagian dari orkestrasi besar ini.
“Ini bukan hanya soal panen, tapi tentang bagaimana kita membangun ekosistem jagung yang adil dan berkelanjutan, dari petani hingga konsumen,” tegasnya.
Dengan perpaduan langkah strategis, koordinasi lintas sektor, dan perhatian mendalam terhadap detail di lapangan, pemerintah berupaya menghadirkan kepastian bagi para petani jagung di NTB. Hamparan emas yang siap dipanen ini diharapkan tidak hanya membawa berkah bagi petani, tetapi juga memperkokoh pilar ketahanan pangan bangsa. (*)