Kamis, Oktober 23, 2025

Grego Julius Gelar Konser Orkestra Persembahan Syukur di Yogyakarta

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Sebuah malam penuh makna tersaji di Auditorium Driyarkara, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Sabtu, 18 Oktober 2025. Dalam suasana yang khidmat namun hangat, Grego Julius, komposer, konduktor, sekaligus pengusaha asal Yogyakarta mempersembahkan 22 lagu dalam konser orkestra bertajuk Persembahan Syukur.

Bukan sekadar pertunjukan musik, konser ini adalah cara Grego menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Tuhan, dengan cara yang paling ia kuasai: menulis dan memainkan musik.

Usianya kini 71 tahun, namun semangat Grego berkarya seolah tak surut. Justru di masa inilah, ia merasakan kedekatan spiritual yang mendorongnya untuk terus menulis lagu dan mempersembahkannya sebagai bentuk ibadah.

“Lagu-lagu ini adalah doa saya. Saya tulis syairnya, lalu saya ciptakan musiknya. Ini bentuk syukur dan permohonan saya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar Grego Julius.

Grego telah menulis lagu sejak tahun 2002, namun titik penting dalam hidupnya terjadi ketika usianya mendekati 70 tahun. Saat itu, ia membuat nazar untuk menggunakan sisa hidupnya guna lebih mendekat kepada Tuhan melalui musik.

“Saya bernazar, kalau dikasih umur panjang, saya akan lebih mendekatkan diri pada Tuhan lewat musik. Doa saya, saya tulis jadi lagu, lalu saya persembahkan dalam konser seperti ini,” katanya.

22 Lagu, 22 Doa

Konser malam itu menjadi ruang ekspresi spiritual, di mana tiap nada dan lirik mengalir sebagai ungkapan syukur, harapan, hingga air mata. Seluruh lagu yang dibawakan adalah karya asli Grego, lengkap dengan lirik dan aransemen yang ia buat sendiri.

Musik yang dihadirkan pun beragam: dari pop yang lembut, jazz yang mengalun dinamis, hingga bossa nova dan klasik yang membuai.

Sebagian besar lagu-lagu itu memang lahir dari suasana doa di gereja. Namun, Grego menekankan bahwa esensinya bersifat universal.

“Kalau liriknya menyebut Yesus, bisa diganti dengan ‘Allah’. Intinya, lagu ini untuk mengantar orang dalam doa,” ucapnya.

Pesan spiritual dalam lagu-lagu Grego tak dibatasi oleh agama atau keyakinan. Baginya, musik adalah bahasa jiwa yang mampu menjangkau siapa saja.

Kekuatan lagu-lagu Grego bukan hanya terletak pada komposisi musiknya, tetapi juga kisah yang melatarinya. Di antaranya adalah lagu berjudul Aku Mohon Ampun, yang ditulis saat ia mengalami masa sulit dalam hidupnya.

“Saya enggak tahu sakitnya apa. Sudah ke dokter, sampai ke dukun, enggak sembuh-sembuh. Ternyata saya depresi. Dari situ saya sadar, Tuhan sedang memberi pelajaran. Saya tulis lagu itu sebagai doa permohonan ampun,” ungkapnya.

Tak hanya menceritakan pengalaman pribadi dalam menghadapi penyakit, Grego juga menciptakan lagu yang lahir dari momen perpisahan keluarga. Ia menulis sebuah lagu penuh emosi saat anak-anaknya melepas masa lajang.

“Empat anak saya sudah menikah, tinggal satu yang belum. Saat mereka sungkem, rasanya berat sekali. Lagu itu lahir dari rasa haru itu,”  tuturnya.

Dan ketika anak bungsunya yang kini berusia 25 tahun juga bersiap meninggalkan rumah, Grego mengaku tak bisa menahan air mata. Lagu-lagu ini tak sekadar menyentuh, tetapi juga menjadi refleksi bagaimana seorang ayah menghidupi peran spiritual dan emosional dalam keluarga lewat musik.

Orkestra sebagai Tradisi Doa

Konser ini merupakan penampilan orkestra keempat dari Grego Julius. Ia menyebutkan bahwa persiapan konser telah dilakukan selama empat bulan dengan melibatkan sejumlah musisi dari berbagai usia dan latar belakang.

Tujuannya bukan semata pertunjukan, melainkan misi jangka panjang, tetapi menjadikan konser orkestra sebagai agenda tahunan yang menyampaikan pesan-pesan spiritual.

“Saya ingin terus membuat konser seperti ini, setahun sekali. Karena bagi saya, musik bukan hanya hiburan, tapi jembatan doa,” ujarnya.

Konsep konser ini memang terasa seperti misa kecil dalam balutan musik. Doa, pujian, dan rasa syukur mengalun melalui setiap lagu, mengajak pendengar tidak hanya menikmati musik, tapi juga merenung dan terhubung dengan sisi spiritualnya.

“Kalau bisa dihayati, lagu-lagu saya itu adalah mengantarkan doa. Kita ini orang yang kecil sekali betapa besarnya Tuhan yang Maha Kuasa itu,” pungkas Grego.

Apa yang dilakukan Grego Julius lewat konser ini adalah lebih dari sekadar mempersembahkan karya seni. Ia sedang mengajak pendengarnya untuk kembali ke dalam diri, menyadari kehadiran Tuhan dalam keseharian, dan merayakan hidup dengan rasa syukur. 

Dengan caranya sendiri, Grego mengingatkan bahwa doa tak selalu harus dibisikkan di tempat ibadah. Terkadang, doa justru bisa terdengar paling jelas dalam alunan melodi dan harmoni seperti yang ia lakukan malam itu di Yogyakarta. (*)

Read more

Local News