PanenTalks, Temanggung– Pemerintah Kabupaten Temanggung dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kolaborasi mengungkap potensi nira aren.
Ketua Peneliti BRIN, Dr. Istriningsih, SP., MP., M.Sc. menilai, aren dari Temanggung memiliki ciri khas tersendiri. “Pelaku usaha dalam industri gula semut memiliki daya tarik tersendiri,” ungkap dia, mengutip laman temanggungkab.go.id.
Temanggung, kata dia, merupakan produsen terbesar aren di Jawa Tengah. Meskipun di provinsi lain ada memproduksi aren tapi di kabupaten tersebut menarik menjadi riset. Dia menilai, produk ini menjanjkan karena masih relatif baru.
“Hingga kini, mayoritas masyarakat Temanggung masih fokus pada produksi gula batok,” terang dia.
Padahal, kata dia, produk turunan seperti gula semut memiliki nilai jual lebih tinggi dan peluang pasar lebih luas, termasuk ekspor. Tim BRIN menemukan sejumlah tantangan untuk pengembangan produk gula semut setelah kunjungan ke beberapa desa.
Peneliti BRIN, Sandi Damiadi, SP., MT., Ph.D., menyoroti pentingnya proses pengolahan, kontrol kualitas, dan pemahaman teknis oleh para produsen.
“Pohon aren yang sudah berumur 15 tahun atau 20 tahun dengan menghasilkan (jumlah) nira, cara pemanenan atau ‘nderes’-nya di pagi atau sore itu kualitas gulanya akan berbeda. Saat pengolahan perlu keterampilan tentunya dan bagaimana menentukan nira kualitas baik atau kurang baik untuk diolah,” jelas Sandi.
Ia mencatat, sebagian besar pengrajin masih berhenti pada produksi gula batok, karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan dan akses teknologi.
Kepala Bappeda Temanggung, Hendra Sumaryana menekankan, pentingnya pendekatan terstruktur untuk meningkatkan nilai tambah produk aren. Menurutnya, FGD ini menjadi langkah awal untuk menyusun strategi pengembangan menyentuh berbagai aspek, mulai dari produksi hingga pemasaran dan regulasi.
“Tidak hanya di sisi produksi dan pemasaran, tapi di sisi regulasi, kemudian di sisi kesempatan agar mereka bisa kita tampilkan. Terutama kami punya kegiatan-kegiatan reguler semisal Pasarku Gandem berkeliling di setiap kecamatan,” ujar Hendra.
Menurut dia, kegiatan tersebut dapat berguna untuk mengenalkan gula semut.
Ia juga menyoroti, salah satu hambatan utama adalah minimnya tingkat pengenalan masyarakat terhadap produk gula semut.
“Yang terjadi sekarang adalah pengenalan produk itu masih terbatas, baru di bawah 5 tahun masyarakat baru mengenal adanya gula semut. Dengan riset ilmiah ini diharapkan menjadi edukasi tidak hanya bagi petani, namun juga pengambil kebijakan,” tambahnya.
Kolaborasi antara Bappeda dan BRIN diharapkan menjadi titik tolak dalam pengembangan agroindustri gula semut Temanggung.
Inovasi gula semut tidak hanya untuk memperkuat ekonomi lokal. Selain itu, memperluas peluang kesejahteraan bagi para petani dan pelaku usaha berbasis nira aren. (*)