Minggu, Agustus 17, 2025

Hajad Dalem Garebeg Besar: Harmoni Budaya dan Pemerintahan

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat kembali menyelenggarakan prosesi adat Hajad Dalem Garebeg Besar guna memperingati Hari Raya Iduladha 1446 Hijriah.

\Pelaksanaan tahun ini menjadi istimewa karena mengembalikan sejumlah tradisi lama yang sarat makna, termasuk tradisi Nyadhong di Kompleks Kepatihan serta rekonstruksi tarian tayungan oleh Prajurit Putri Langenastra.

Prosesi Garebeg Besar kali ini tak hanya sekadar ritual adat, melainkan juga simbol persatuan erat antara kekuasaan budaya Keraton dan pemerintahan keprajan yang saling melengkapi. Momen penting dalam prosesi ini terlihat saat Plh. Sekretaris Daerah DIY, Tri Saktiyana, secara langsung menjemput ubarampe gunungan (nyadhong) dari Masjid Gedhe. Ia didampingi oleh Bregada Bugis sebagai pengawal resmi dalam perjalanan menuju Kompleks Kepatihan.

Plh. Sekretaris Daerah DIY, Tri Saktiyana, menjemput langsung ubarampe gunungan (nyadhong) sebelum dibawa ke Kompleks Kepatihan. (dok:humasjogja)

“Hal ini mencerminkan kembalinya peran Sekda sebagai Pepatih Dalem, seperti yang pernah terjadi pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII,” jelas Tri Saktiyana.

Tri Saktiyana menambahkan bahwa penjemputan gunungan secara langsung ini memiliki makna simbolis yang mendalam. Jika dahulu perangkat keprajan menunggu pengiriman gunungan dari Keraton, kini birokrasi justru menjemput secara aktif.

Sikap ini, menurut Tri Saktiyana, mencerminkan filosofi birokrasi sebagai pelayan masyarakat yang proaktif dan berperan serta dalam menjaga kelestarian budaya lokal.

Prosesi pembagian oleh abdi dalem berlangsung tertib. (dok:humasjogja)

Rangkaian prosesi dimulai dari Bangsal Pancaniti Keraton. Iring-iringan pareden gunungan kemudian berjalan menuju Masjid Gedhe Kauman.

Di tempat ini, seluruh peserta memanjatkan doa bersama sebelum melanjutkan perjalanan ke Kompleks Kepatihan. Setibanya di Kepatihan, Tri Saktiyana menyerahkan gunungan kepada Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Sosial, Budaya, dan Kemasyarakatan, Didik Wardaya. Selanjutnya, gunungan dibagikan secara tertib oleh para abdi dalem kaprajan di lingkungan Pemda DIY.

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY juga mengambil bagian penting dalam prosesi ini. Kepala Dinas Kebudayaan, Dian Lakshmi Pratiwi, menegaskan bahwa Garebeg Besar merupakan pelestarian pranatan adat yang menjadi wewenang penuh Keraton Yogyakarta.

Wisatawan yang hadir dalam Garebeg Besar. (dok:humasjogja)

Ia menyebut prosesi ini sebagai rekonstruksi tradisi lama dari Patih Danurejo, dengan harapan seluruh kepala daerah di DIY juga akan menjemput ubarampe gunungan secara langsung pada masa mendatang.

KRT Kusumanegara selaku Ketua Pelaksana Garebeg Besar 2025 menyatakan bahwa Sekda DIY sebagai Pepatih Dalem kini hadir langsung dalam prosesi.

Tidak ada lagi utusan dari Keraton yang mengantarkan gunungan. Sebaliknya, pemerintah daerah aktif menjemput gunungan dari Keraton dan mendampingi iring-iringan hingga ke Kepatihan.

Jalur kirab Garebeg Besar 2025. (dok:humasjogja)

Kehadiran wisatawan turut menambah semarak Garebeg Besar tahun ini. Salah satunya adalah Shuta Suzuki, asal Jepang yang merasa terkesan menyaksikan langsung tradisi budaya yang begitu khas. “Menurut saya hal ini sangat khas Jogja, mereka menunjukkan tradisi yang sangat menarik dan saya senang bisa melihat ini secara langsung,” ujar Shuta.

Tahun ini, Garebeg Besar juga menghadirkan rekonstruksi langka, yaitu penampilan Prajurit Putri Langenastra yang menari tayungan. Mereka menuruni Sitihinggil dengan gerakan khas di belakang barisan Bregada Mantrijero dalam formasi lampah macak.

Tarian tersebut melambangkan kebangkitan kembali tata cara luhur yang sarat makna spiritual dan historis dalam budaya Keraton Yogyakarta.

Gunungan tidak hanya dibagikan di Kepatihan, tetapi juga di sejumlah titik penting seperti Masjid Gedhe Kauman, Ndalem Mangkubumen, dan Pura Pakualaman. Prajurit Dragunder dan Plangkir dari Pakualaman mengawal gunungan tersebut.

Jalur kirab tahun ini juga mengalami perubahan. Kirab tidak melewati Alun-alun Utara seperti biasanya, melainkan melalui jalur Regol Brajanala – Sitihinggil Lor – Pagelaran – kemudian bergerak ke arah barat menuju Masjid Gedhe.

Tradisi pembagian gunungan secara tertib mencerminkan etos masyarakat Yogyakarta yang menjunjung tinggi kesopanan, ketertiban, dan penghormatan terhadap simbol budaya Keraton.

Garebeg Besar 2025 bukan sekadar seremoni, melainkan wujud nyata sinergi antara budaya, spiritualitas, dan tata kelola pemerintahan yang harmonis. (*)

Editor: Rahmat

Read more

Local News