Rabu, Juni 18, 2025

Hari Bumi 2025: Tanamkan Nilai Pelestarian Alam Melalui Gerakan Satu Juta Pohon Matoa

Share

PanenTalks, Jakarta-Di tengah kampus hijau Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, lebih dari seratus ribu pohon Matoa ditanam dengan penuh harapan.

Tak hanya para pegawai Kementerian Agama yang ikut berpartisipasi, tetapi juga tokoh-tokoh lintas agama dan masyarakat dari berbagai penjuru Tanah Air. Suasana penuh semangat, namun juga khidmat, mengiringi momen bersejarah di Hari Bumi yang jatuh pada Selasa, (22/4/2025).

Di bawah langit yang cerah, Menteri Agama Nasaruddin Umar memimpin langsung aksi penanaman pohon. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa gerakan ini lebih dari sekadar fisik.

“Gerakan ini kami lakukan bersama keluarga besar Kementerian Agama dan para tokoh lintas iman sebagai wujud tanggung jawab kita dalam merawat bumi. Alam adalah bagian dari amanah kita,” ujarnya dengan penuh keyakinan.

Tak hanya Menag, beberapa tokoh penting hadir menyemarakkan acara tersebut, seperti Menko PMK Pratikno, Mendagri Tito Karnavian, hingga Duta Besar Uni Emirat Arab dan Kuwait. Mereka semua datang dengan satu tujuan: memberi contoh bagi masyarakat agar peduli terhadap kelestarian lingkungan.

Menko PMK Pratikno dalam sambutannya menyampaikan pesan yang mendalam tentang hubungan manusia dengan alam.

“Kita memiliki tiga relasi: dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam. Kita diberi tugas untuk menjaga alam. Menanam pohon adalah salah satu cara kita memberi kontribusi nyata,” ungkapnya. Pesan tersebut menggema di hati setiap orang yang hadir, seolah memberi kesadaran baru tentang betapa besar tanggung jawab manusia terhadap lingkungan.

Selain itu, Menag Nasaruddin menjelaskan bahwa Kementerian Agama tengah mencanangkan program ekoteologi sebagai salah satu prioritas dalam rangka mengatasi ancaman krisis iklim global. Dengan mengutip berbagai ajaran agama, ia mengajak umat beragama untuk merawat bumi. Dalam Islam, ada konsep khilafah yang menegaskan bahwa manusia adalah penjaga alam. Hindu mengajarkan Tri Hita Karana yang mengharmonikan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam, sementara Katolik juga memiliki ajaran tentang melestarikan bumi melalui dokumen Laudato Si’.

“Agama kita semua sudah mengajarkan bagaimana seharusnya kita menjaga alam. Bahkan dalam Islam, diajarkan bahwa jika hari kiamat sudah hampir tiba dan di tangan kita ada bibit pohon, maka tetap tanamlah,” ungkap Menag.

Gerakan penanaman pohon Matoa ini tidak hanya berhenti di UIII. Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin mengungkapkan bahwa gerakan ini dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia dengan penanaman 170 ribu pohon di 32 provinsi. Pemilihan pohon Matoa bukan tanpa alasan. Pohon ini dikenal memiliki pertumbuhan yang cepat, kokoh, dan mampu beradaptasi di hampir seluruh wilayah Nusantara, dari Sabang hingga Merauke.

Pada akhirnya, lebih dari sekadar sebuah kegiatan menanam pohon, gerakan ini mengandung pesan yang dalam tentang pentingnya menjaga bumi. Seperti yang disampaikan Menko PMK Pratikno, “Saya menanam pohon, saya wakafkan oksigen untuk makhluk hidup.” Ini adalah panggilan untuk bertindak, mengingatkan kita semua akan tugas mulia kita untuk merawat alam, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk generasi mendatang.

Gerakan ini juga menjadi bagian dari diplomasi hijau Indonesia di kancah internasional, dengan menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup dan lembaga lainnya. Tema “Energi Kita, Planet Kita” yang diusung pada gerakan ini seakan menjadi ajakan terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk bersatu, bekerja sama, dan menghadapi tantangan perubahan iklim dengan semangat kolaborasi lintas sektoral dan lintas agama.

Read more

Local News