Sabtu, September 27, 2025

Hari Tani 2025: Serikat Petani Desak Reforma Agraria dan Pertanian Organik

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Peringatan Hari Tani Nasional pada 24 September 2025 di Yogyakarta diwarnai dengan aksi damai yang digelar oleh Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama Forum Komunikasi Disabilitas Jogja Mandiri (FKDJM). Bertempat di Titik Nol Kilometer, massa aksi menyuarakan berbagai isu yang tengah dihadapi sektor pertanian serta pentingnya inklusi bagi kelompok difabel dalam pembangunan pertanian.

Dalam aksi tersebut, para peserta tidak hanya menyampaikan orasi dan tuntutan, tetapi juga menggelar aksi berbagi hasil bumi kepada masyarakat yang melintas di kawasan tersebut. Sejumlah bahan pangan seperti beras, jagung, dan tomat dibagikan secara gratis.

“Aksi tani ini merupakan peringatan 24 September 2025 dan ini puncak daripada hari tani sehingga kami melakukan aksi tani dengan bagi-bagi sembako, beras, jagung, tomat, hasil bumi tani,” ujar Sumantara, Ketua Pengurus Wilayah SPI Yogyakarta.

Sumantara menyoroti semakin menyusutnya lahan pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia meminta perhatian khusus dari Sri Sultan Hamengkubuwono X terkait pemanfaatan lahan Sultan Ground yang tidak digunakan untuk dijadikan lokasi pertanian organik percontohan.

“Tuntutannya itu sesuai yang saya sampaikan tadi. Itu sudah merangkum semuanya dan kami berharap pula Kanjeng Sultan, untuk memberikan tanah yang nganggur di wilayah Selatan, Sultan Ground. Ini bisa menjadi role model SPI dalam rangka untuk melakukan pertanian organik karena selama ini pertanian semakin sempit tanahnya,” ujar dia menegaskan.

Ia juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai lebih mengutamakan pupuk kimia dibandingkan dukungan terhadap pupuk organik. Menurutnya, kondisi ini berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.

“Dukungan dari pemerintah kaitan dengan pupuk organik ini sangat kurang sekali. Pemerintah justru malah mengurusi yang pupuk kimia, distribusi, dan sebagainya. Ini kan terbalik-balik. Makanya, seperti yang saya katakan tadi di depan, perlunya ada role model pertanian organik yang sehat,” kata Sumantara melanjutkan.

Tak hanya soal agraria dan pupuk, inklusivitas juga menjadi sorotan dalam aksi tersebut. Koordinator FKDJM, Bambang Nur Cahyo, menyampaikan pentingnya keterlibatan kelompok difabel dalam setiap tahapan program pertanian.

“Kita menginginkan program pertanian juga lebih inklusif. Artinya, mungkin gapoktan di bawah itu anggotanya juga harus ada difabel,” kata Bambang.

“Jadi, program itu tidak hanya melulu menyasar kelompok nondifabel, tapi seharusnya difabel juga dilibatkan. Jadi, program-program pemerintah, ya kayak gapoktan, kayak apa, juga melibatkan kita,” ujarnya.

Ia juga menyesalkan absennya keterlibatan kelompok disabilitas dalam program-program pertanian, meskipun beberapa di antaranya memiliki organisasi yang layak untuk ikut serta.

“Malah enggak ada. Seperti Koperasi Mareta Putih, kan saya lihat juga kita enggak dilibatkan. Padahal di bawah itu sebenarnya kan ada teman-teman disabilitas yang mempunyai organisasi yang bagus. Tapi karena kepentingan lurah dan lain-lain untuk politik, jadi teman-teman yang tidak mainstream di area itu atau tokoh di situ pasti tidak dilibatkan,” kata Bambang.

“Program pertanian di level DIY maupun nasional harus inklusif. Inklusif, maksudnya melibatkan kelompok disabilitas dari sisi planning sampai evaluasi,” imbuhnya.

11 Tuntutan Disampaikan ke Pemerintah

Dalam aksi tersebut, SPI Yogyakarta secara resmi menyampaikan 11 tuntutan kepada pemerintah pusat dan Pemda DIY. Rincian tuntutan tersebut adalah sebagai berikut:

Kepada Pemerintah Pusat:

  1. Selesaikan konflik agraria yang sedang dihadapi oleh anggota SPI dan petani Indonesia.
  2. Jadikan hutan negara sebagai objek TORA, serta sertakan Penertiban Kawasan Hutan (PKH) sebagai bagian dari program TORA.
  3. Tanah negara yang dikuasai perusahaan perkebunan, kehutanan, dan pengembang dijadikan objek TORA.
  4. Revisi Perpres No. 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Reforma Agraria untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani.
  5. Bentuk Dewan Nasional untuk Pelaksanaan Reforma Agraria serta Dewan Kesejahteraan Petani.
  6. Revisi UU Pangan, UU Kehutanan, dan UU Koperasi untuk mendukung reforma agraria dan kedaulatan pangan.
  7. Sahkan UU Masyarakat Adat guna memperkuat keberadaan dan hak-hak masyarakat adat.
  8. Cabut UU Cipta Kerja karena dinilai memperparah ketimpangan agraria.

Kepada Pemerintah Daerah DIY:

  1. Libatkan SPI dalam gugus tugas reforma agraria dan sebagai mitra pelaksana program agraria di daerah. Susun perencanaan, program, dan anggaran yang sesuai, termasuk perda agraria.
  2. Minta kepada Ngarsa Dalem agar SPI diberi lahan minimal tiga hektar dari Sultan Ground yang tidak dimanfaatkan untuk dijadikan role model pertanian organik.
  3. Dorong regenerasi petani melalui pengembangan petani muda atau milenial, dengan menyediakan fasilitas dan infrastruktur penunjang pertanian.

Aksi ini berlangsung dengan tertib, dan menjadi salah satu suara penting dari akar rumput petani dan kelompok disabilitas yang berharap mendapat perhatian serius dari pemerintah. (*)

Read more

Local News