Kamis, Oktober 2, 2025

Inovasi Tempe Tradisional Buleleng, Jaga Cita Rasa Warisan

Share

PanenTalks, Buleleng– Di tengah gempuran modernisasi, tempe tradisional di Kabupaten Buleleng, Bali, tak kehilangan pamor.

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) milik Hairudin, seorang pengrajin tempe berusia 57 tahun, berhasil membuktikan perpaduan antara tradisi dan inovasi dapat menciptakan produk yang unggul.

Berlokasi di Jalan Pulau Sugara, Kelurahan Kampung Baru, usaha yang diwariskan dari ayahnya sejak 1970 ini, sukses bertahan dan berkembang.Inovasi Mikro dan Dukungan Pemerintah.

Hairudin tetap setia pada cara pembuatan tempe turun-temurun, seperti merendam dan merebus kedelai secara manual. Namun, ia juga mengadopsi teknologi seperlunya untuk efisiensi, seperti menggunakan mesin untuk menggiling kedelai.

“Kita tetap pakai cara lama. Tapi untuk efisiensi waktu, beberapa proses dibantu mesin,” ujarnya.Inovasi unik lainnya adalah penggunaan dua jenis ragi sekaligus: ragi instan dan ragi alami dari pohon waru.

Campuran ini memberikan cita rasa khas yang membedakan tempenya dari yang lain. Strategi ini terbukti jitu, menarik pelanggan setia seperti Ketut Eti. “Tempe Pak Hairudin itu beda rasanya, lebih gurih dan awet,” kata Eti melansir bulelengkab.go.id

Dukungan pemerintah daerah juga menjadi faktor penting. Berdasarkan data Pemkab Buleleng, jumlah usaha kecil di Buleleng meningkat dari 9.576 pada 2020 menjadi 12.107 pada 2024. Peningkatan ini menunjukkan iklim bisnis yang kondusif bagi UMKM.

Meskipun masih mempertahankan proses manual, Hairudin berhasil memproduksi hingga 100 kilogram tempe per hari. Penjualannya tidak hanya terbatas pada warga sekitar, tetapi juga menjangkau pasar yang lebih luas.

Ia menerima pesanan daring dan bahkan mengirimkan produknya ke wilayah lain seperti Lovina dan Bebetin.

Harga jual tempe Hairudin pun bervariasi, mulai dari Rp4.000 hingga Rp9.000, menjadikannya terjangkau bagi semua kalangan. Keberhasilannya ini tidak lepas dari komitmennya pada kualitas dan nilai-nilai keluarga.

Ia berharap anak cucunya kelak akan melanjutkan usaha yang sudah menjadi warisan turun-temurun ini.

Kisah Hairudin menjadi cerminan bahwa tradisi tidak harus ditinggalkan, melainkan dapat dipadukan dengan sentuhan inovasi untuk menciptakan produk yang berdaya saing. Perpaduan ini tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. (*)

Read more

Local News