Kamis, Oktober 2, 2025

JATAYU, Gerakan Pendidikan Karakter Hadapi Generasi Stroberi

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Di tengah gencarnya wacana tentang Indonesia Emas 2045, kekhawatiran baru muncul akankah generasi muda hari ini cukup tangguh untuk menjawab tantangan masa depan, atau justru menjadi generasi stroberi yang tampak indah di luar, namun rapuh di dalam?

Fenomena generasi stroberi ini menjadi perhatian serius, termasuk dalam pengukuhan puluhan pelajar Muhammadiyah Kota Yogyakarta sebagai kader JATAYU (Praja Kota Yunior), Minggu, 24 Agustus 2025 di Komplek Perguruan Muhammadiyah Purwodiningratan.

Menurut Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Octo Noor Arafat, generasi stroberi bukanlah istilah kosong. Ini mencerminkan realita yang mulai tampak: anak-anak muda yang mudah menyerah, tidak tahan tekanan, dan kehilangan pijakan karakter yang kuat.

Indonesia Emas Atau Cemas

“2045 akan mewujudkan Indonesia Emas, tetapi banyak yang kemudian bertanya apakah kita ingin emas atau cemas? Karena kita memperhatikan bonus demografi yang ada. Kalau kita tidak memanfaatkannya untuk mewujudkan anak-anak yang berkualitas, maka hasilnya adalah anak-anak yang kita sebut generasi stroberi,” kata Octo.

“Kita tak ingin generasi nanti seperti stroberi. Bagus di luar tapi lembek di dalamnya. Sinergi baik ini harapannya menjadi ikhtiar mempersiapkan generasi yang lebih baik ke depan,” tegas Octo lagi.

Sebagai respons atas kekhawatiran itu, lahirlah program JATAYU. Gerakan ini merupakan kolaborasi antara Pemerintah Kota Yogyakarta, TNI AU, dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), dengan fokus membentuk pelajar sebagai duta ketertiban dan karakter di lingkungan sekolah maupun masyarakat.

Lewat lima nilai Panca Tertib—tertib bangunan, tertib lingkungan, tertib jalan, tertib sosial, dan tertib usaha—JATAYU bertujuan menanamkan kedisiplinan dan tanggung jawab sejak dini. Tak hanya itu, anak-anak juga dilatih dengan pendidikan karakter, budaya anti rokok, dan kesadaran akan ketahanan pangan.

“Buang sampah sembarangan? Jangan ya, Dik. Coret-coret sekolah? Jangan ya. Parkir sembarangan? Jangan ya, Pak,” ujar Octo menggambarkan cara penyampaian pesan JATAYU yang ringan tapi menyentuh.

Yang menarik, program ini juga mengangkat pisang sebagai simbol karakter ideal generasi muda. Jika stroberi mudah rusak dan hanya cantik di permukaan, pisang justru kuat secara esensial—tak pernah mati sebelum berbuah, tetap tumbuh meski dipotong, dan selalu memberi manfaat.

“Anak-anak kita harus seperti pisang yang kokoh, tangguh, dan memberi manfaat,” kata Octo.

Simbol ini memperkuat pesan bahwa generasi emas bukan sekadar soal kecerdasan atau tampilan, melainkan daya tahan, kontribusi nyata, dan keberlanjutan nilai.

JATAYU Sejalan dengan Misi Pendidikan Karakter

Ketua PDM Kota Yogyakarta, Akhid Widi Rahmanto, menilai JATAYU sejalan dengan ruh pendidikan Muhammadiyah yang mengedepankan akhlak dan karakter.

“Karakter dan akhlak tak terpisahkan dari pendidikan Muhammadiyah. Menjadi tugas bersama di sekolah Muhammadiyah Kota Yogyakarta untuk terus menanamkan pada anak-anak didiknya,” kata Akhid.

“JATAYU menjadi garda depan di tingkat anak-anak kita, agar mereka berkarakter baik juga tak lupa melestarikan lingkungan,” ujarnya lagi.

Sementara itu, Ketua BKS Perguruan Muhammadiyah Purwodiningratan, Gintoro, menegaskan pentingnya JATAYU sebagai investasi jangka panjang.

“Inilah bagian dari investasi karakter yang tidak hanya bermanfaat hari ini, tetapi juga untuk masa depan bangsa,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa ketertiban bukan hanya urusan Satpol PP. Sekolah, keluarga, dan masyarakat punya peran kunci dalam membentuk generasi yang disiplin dan berintegritas sejak usia dini.

“Tentunya, ini menjadi sebuah hal yang positif, dengan memberikan stimulus ke anak-anak terkait pendidikan karakter, pelestarian lingkungan. Itu memberikan warna yang berbeda,” ucap Hasto saat melantik para kader JATAYU. (*)

Read more

Local News