PanenTalks, Semarang – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendukung penambahan gizi pangan melalui fortifikasi sebagai salah satu fokus dalam menjaga ketahanan pangan.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen mengatakan, terkait ketahanan pangan juga harus memastikan makanan tersebut baik termasuk gizi.
“Peningkatan gizi pada pangan melalui inovasi fortifikasi tentu akan meningkatkan jaminan kesehatan masyarakat. Terlebih dalam menekan angka stunting,” kata dia, Rabu 6 Agustus 2025.
Dia mengungkapkan dalam Peluncuran dan Diseminasi hasil Analisis Situasi Fortifikasi Pangan Berskala Besar (FPBB) di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025, di Kota Semarang.
Dia mengapresiasi langkah berbagai pihak terkait ide fortifikasi pangan. Meliputi Universitas Diponegoro, United Nations Children’s Fund (Unicef), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Sekretariat Forum Koordinasi Fortifikasi Pangan Nasional. Selain itu, sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
“Masyarakat bisa mengakses makanan lebih bergizi dengan harga tidak lagi mahal,” kata dia.
Oleh sebab itu, sosialisasi kepada masyarakat dalam mengonsumsi makanan dengan nutrisi dan gizi tinggi.
Kepala Perwakilan Unicef Indonesia Wilayah Jawa, Arie Rukmana mengungkapkan, metode fortifikasi aman untuk jadi konsumsi. Contohnya garam beryodium sudah ada sejak zaman Belanda.
Contoh lain penerapan fortifikasi pangan di Indonesia adalah minyak goreng. Di dalamnya terdapat penambahan nutrisi berupa Vitamin A melalui metode tersebut. Upaya itu atas hasil fortifikasi pangan pada inisiasinya mulai sejak 2010.
“Pertama kami apresiasi setinggi-tingginya dari Unicef kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Undip, karena berani memulai berpikir berinvestasi secara besar-besaran pada bidang gizi ini,” katanya.
Dia mengharapkan, masyarakat mampu menikmati dengan harga tidak mahal melalui intervensi kebijakan pemerintah dan hasil investasi gizi bermetode fortifikasi pangan. Intervensi oleh pemerintah, biaya masyarakat dalam mengakses makanan bergizi bisa semakin mengecil hasil fortifikasi pangan.
“Dan Pemerintah Jawa Tengah percaya itu bisa dengan kapasitas APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) yang ada saat ini tentunya dengan dukungan pemerintah pusat,” katanya.
Pemerintah Provinsi Jateng, kata dia, telah memiliki tiga kesepakatan dengan Unicef. Pertama soal penanganan gizi buruk atau stunting. Kedua, upaya penyelesaikan kekurangan gizi mikro atau mikronutrien defisiensi. Ketiga yakni menekan potensi obesitas pada anak pada masa mendatang akibat konsumsi makanan cepat saji atau fast food tak terkendali.
Dia melanjutkan, ada tiga elemen penting praktik pelaksanaan fortifikasi pangan. Mulai dari perumusan kebijakan pemerintah, mengajak industri pangan untuk menerapkan inovasi tersebut dari industri dari hulu yakni pertaniannya hingga pengolahan.
“Nah yang ketiga, kita harus punya kampanye,” kata dia. (*)