PanenTalks, Yogyakarta – Komisi D DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tengah menggagas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Perfilman.
Inisiatif ini menandai langkah strategis menjadikan industri perfilman sebagai bagian integral dari pelestarian budaya. Selain itu, pendorong ekonomi kreatif di kota budaya ini.
Ketua Komisi D DPRD DIY, R.B. Dwi Wahyu B, menegaskan, perfilman di Yogyakarta bukan sekadar industri hiburan, melainkan cermin identitas daerah hidup dalam denyut masyarakat.
Oleh karena itu, raperda untuk menjawab kebutuhan zaman sekaligus berpijak ilai keistimewaan DIY, khususnya dalam urusan kebudayaan.
“Raperda ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi perkembangan industri perfilman di DIY yang kini semakin bergantung pada teknologi digital,” kata dia.
Dia menilai, perfilman merupakan cermin identitas. Film-film dari Yogyakarta bisa memperkenalkan filosofi budaya kepada dunia. Selain itu, menjadi ruang ekspresi inklusif dan berdaya secara ekonomi.
Perfilman DIY: Pusat Budaya dengan Ciri Khas Unik
Dwi Wahyu juga menggarisbawahi perbedaan karakter perfilman antara Jakarta dan Yogyakarta. Di Jakarta perfilman lebih mengarah pada kepentingan komersial dan televisi. Berbeda, di Jogja mengembangkan perfilman berbasis komunitas, festival, pendidikan dan pertukaran kebudayaan internasional.
Ia meyakini, melalui regulasi daerah berpihak pada pelaku perfilman, Yogyakarta bisa semakin mengokohkan posisi sebagai pusat perfilman alternatif nasional.
“Dengan masukan dari berbagai pihak, diharapkan raperda ini dapat segera dibahas dan menjadi perda yang efektif menjawab tantangan zaman serta kebutuhan para pelaku industri perfilman di Jogja,” katanya.
Perda ini akan menjadi bentuk konkret dukungan kelembagaan terhadap infrastruktur perfilman di DIY. Dari sisi produksi, distribusi, pemutaran, hingga perlindungan hak-hak kreator.
Keberadaan perda akan memperkuat ekosistem sudah terbentuk melalui komunitas film, kampus seni, hingga festival berskala internasional seperti Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF).
Dia melanjutkan, kehadiran perda juga mampu membangun ruang ekspresi inklusif bagi generasi muda dan komunitas kreatif. (*)
Editor : Hendrati Hapsari