PanenTalks, Kulon Progo – Di tengah musim kemarau yang mestinya menjanjikan, hujan lebat justru terus mengguyur, menghantam harapan mereka hingga luluh lantak. Akibatnya, panen melon dan semangka di wilayah ini anjlok drastis, meninggalkan petani dengan kerugian mencapai jutaan rupiah.
Ketua Tim Kerja Pengawas Mutu Hasil Pertanian Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kulon Progo, Udiarto Iswaluyo, menjelaskan bahwa ini bukanlah kegagalan panen murni. “Hujan yang terus-menerus mengguyur wilayah DIY inilah penyebab utama harga anjlok,” terang Udiarto, Selasa (10/6). Kondisi udara yang dingin dan lembap membuat buah-buahan ini sepi peminat di pasaran.
Ditinggalkan Penebas, Buah Membusuk di Batang
Petani di empat kapanewon pesisir—Galur, Panjatan, Wates, dan Temon—yang mengelola sekitar 35 hektar lahan melon dan semangka kini menghadapi kenyataan pahit. Efek dominonya terasa begitu menyakitkan: para penebas buah, yang mestinya menjadi harapan terakhir, enggan menebus hasil panen meskipun sudah memberikan uang muka. Mereka khawatir kerugian akan semakin membengkak.

“Harga tebasan hanya 20 persen sampai 50 persen dari modal yang dikeluarkan petani,” ungkap Udiarto. Pemandangan miris pun tak terhindarkan. Banyak buah melon yang sudah terlanjur di-“ethrel” (pemasakan buah) akhirnya dibiarkan begitu saja, lepas dari tangkainya karena rusak diguyur hujan. Padahal, risiko seperti ini, menurut Udiarto, “biasa terjadi ketika hujan terus-menerus.”
Modal Amblas, Petani Menjerit
Kerugian yang dialami para petani melon dan semangka ini sungguh memukul. Dari luasan lahan yang ditanami, hanya sekitar 80 persen saja yang bisa dijual. Itupun dengan harga yang sangat tidak layak, hanya sekitar 40 persen dari nilai jual normal.
“Modal petani Rp10 juta, panen lakunya hanya Rp4 jutaan sampai nilai maksimalnya mentok Rp6 jutaan,” keluh Udiarto, menggambarkan betapa tipisnya margin keuntungan yang kini berubah menjadi kerugian besar.
Situasi ini tak hanya berdampak pada angka di atas kertas, tetapi juga pada semangat dan mata pencarian ribuan petani di Kulon Progo. Mereka kini harus berjuang menghadapi ketidakpastian cuaca dan pasar yang kejam, berharap ada secercah harapan di musim tanam berikutnya
Ketua Tim Kerja Pengawas Mutu Hasil Pertanian Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kulon Progo, Udiarto Iswaluyo menjelaskan kerugian tersebut bukan karena gagal panen. Harga tersebut anjlok karena hujan yang terus menerus-menerus mengguyur wilayah DIY.
“Petani melon dan semangka di pesisir tersebut meliputi Kapanewon Galur, Panjatan, Wates, dan Temon. Luasan lahan pertanian melon dan semangka di pesisir empat kapanewon tersebut sekitar 35 hektar,” katanya, Selasa (10/6).
Dia mengungkapkan, kondisi Udara yang dingin membuat hasil petani melon dan semangka di pesisir Kulon Progo tidak ada yang membawa ke pasar karena minimnya peminat. Efek dominonya penebas buah enggan menebusnya meskipun sudah memberikan DP ke petani karena takut rugi lebih banyak.
“Harga tebasan hanya 20 persen sampai 50 persen dari modal yang dikeluarkan petani. Akhirnya banyak yang tidak dipanen petani dibiarkan lepas dari tangkainya karena kena hujan,” sambungnya.
Padahal, melon dan semangka tersebut sudah terlanjur diethrel atau pemasakan buah. Menurut Udiarto, risiko seperti ini biasa terjadi ketika hujan terus-menerus.
Akibat kejadian ini para petani melon dan semangka alami kerugian mencapai jutaan rupiah. Pasalnya, dari luasan lahan yang ditanami hanya 80 persen saja yang bisa dijual. Itu pun harganya tidak utuh hanya 40 persen dari nilai jual normal.
“Modal petani Rp10 juta panen lakunya hanya Rp4 jutaan sampai nilai maksimalnya mentok Rp6 jutaan,” ungkap Udiarto.
Biasanya penebas membeli 400-500 tanaman dengan pembayaran minimal Rp5 juta ke petani dengan modal yang dikeluarkan petani untuk menanam melon dan semangka sekitar Rp2 jutaan.
Sementara pada kemarau basah ini penebas membeli 400-500 tanaman hanya Rp1 juta-Rp1,5 juta padahal modal yang dikeluarkan tetap sama di angka Rp2 jutaan. (*)
Editor: Rahmat