PanenTalks, Denpasar – Kemegahan budaya Bali kembali memukau ribuan pasang mata dalam gelaran akbar Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025. Sorak sorai penonton membahana di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali, Denpasar, pada Senin malam (14/7) saat Parade Gong Kebyar Dewasa dibuka dengan gemuruh.
Pergelaran yang dimulai tepat pukul 20.00 WITA ini menjadi bukti nyata komitmen Bali dalam merawat warisan adiluhung seni budayanya.
Kehadiran Gubernur Bali, Wayan Koster, secara langsung menambah semarak suasana. Dengan penuh antusias, beliau menyaksikan setiap alunan gamelan dan gerak tari yang disuguhkan oleh dua duta daerah terbaik: Sanggar Wahana Gurnita dari Kota Denpasar dan Sekaa Gong Kebyar Genta Gargita dari Kabupaten Jembrana.
Usai pertunjukan, Gubernur Koster tak sungkan menyampaikan apresiasi mendalamnya. “Ini bukan hanya tontonan, tetapi juga tuntunan budaya yang meneguhkan jati diri Bali. Teruslah berkarya untuk menjaga dan melestarikan seni budaya,” tegasnya, membakar semangat para seniman dan pegiat budaya.
PKB tahun ini mengusung tema penuh makna: “Jagat Kerthi: Lokahita Samudaya”, yang berarti “Harmoni Semesta Raya.” Tema ini menjadi landasan kuat, menegaskan tekad Bali untuk menjadikan warisan seni budaya sebagai sumber keharmonisan tak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi alam semesta.
Panggung Ardha Candra seolah tersihir oleh penampilan pamungkas Sanggar Wahana Gurnita Kota Denpasar yang membawakan fragmen tari berjudul Mimba Pralaya. Sebuah kisah mistis nan kelam dari kawasan Alas Mimba, Kesiman, diangkat dengan penuh dramatisasi.
Penonton diajak menyelami tragedi prosesi padiksan yang berujung nahas, merenggut nyawa calon diksa lanang. Amarah dan kesedihan mendalam sang istri, Dayu Datu, menjelma menjadi kutukan menakutkan: siapa pun yang berani menjadi sulinggih (pendeta) di Alas Mimba akan menemui ajal tragis. Konflik memuncak saat Raja Kesiman turun tangan, memerintahkan ritual Barong Puuh, namun dihadang oleh Dayu Datu yang telah berwujud Rangda Jero Agung bersama pengikutnya.
Pertempuran sengit antara Raja Kesiman, Gusti Ngurah Agung, dan Rangda Jero Agung mengubah desa menjadi layaknya “pralaya” (kehancuran semesta). Akhirnya, kematian Rangda Jero Agung membawa kembali kedamaian di Desa Alas Mimba. Pertunjukan ini tak hanya memamerkan koreografi tari yang kuat, tetapi juga berhasil menciptakan atmosfer magis melalui alunan gamelan yang megah dan tata artistik panggung yang memukau.
Tak kalah memikat, Sekaa Gong Kebyar Genta Gargita dari Kabupaten Jembrana mempersembahkan fragmen tari berjudul Nusa Sari. Kisah ini membawa penonton pada perjalanan historis perpindahan masyarakat dari Nusa Penida ke wilayah Jembrana.
Cerita dimulai dari inisiatif mulia Raja Klungkung, Ida Dewa Agung, yang berkolaborasi dengan Raja Jembrana untuk menolong masyarakat Nusa Penida yang dilanda kesulitan ekonomi. Sebanyak 121 kepala keluarga dipindahkan ke hutan belantara Bali Barat, wilayah yang saat itu masih angker dan belum terjamah.
Pemimpin rombongan, I Gusti Ketut Tangeb, dihadapkan pada berbagai rintangan, dari kejadian mistis hingga kesulitan pembukaan lahan. Atas saran raja, upacara pekelem pun digelar sebagai persembahan kepada alam, membuka jalan bagi keberhasilan pembukaan permukiman baru. Kisah sarat nilai historis dan spiritual ini disajikan secara dramatik, diiringi musikalitas tinggi yang menjadi ciri khas Gong Kebyar Jembrana, memukau setiap pendengarnya.
Usai pergelaran yang memukau, Gubernur Wayan Koster disambut hangat oleh para seniman dan warga yang berebut mengajak berfoto bersama. Di tengah kerumunan antusias, Gubernur kembali menyampaikan apresiasi tingginya atas penampilan kedua duta kabupaten/kota tersebut.
Kehadiran Gubernur Koster yang tak pernah absen dalam setiap gelaran PKB menjadi bukti tak terbantahkan atas komitmen luar biasanya dalam mendukung pelestarian dan pengembangan seni budaya Bali yang telah diwariskan secara turun-temurun. Ini adalah jaminan bahwa kekayaan budaya Pulau Dewata akan terus bersinar dan menginspirasi generasi mendatang. (*)