PanenTalks, Denpasar – Kementerian Hukum (Kemenkum) berkomitmen penuh dalam menyediakan layanan kekayaan intelektual (KI) yang inklusif bagi para kreator disabilitas.
Melalui program bernama Artha Karya atau Akses Ramah Terpadu atas Karya Kekayaan Intelektual, Kemenkumham Kanwil Bali berupaya memperluas akses perlindungan KI bagi seniman disabilitas.
Komitmen ini diwujudkan dalam acara “Transformasi Artha Karya” yang diselenggarakan di Living World Denpasar.
Acara tersebut menghadirkan Mobile Intellectual Property Clinic, sebuah layanan jemput bola yang memberikan kemudahan konsultasi, penelusuran merek, serta pendaftaran dan pencatatan KI secara langsung. Layanan ini dirancang khusus agar ramah dan mudah diakses oleh seniman disabilitas.
Selain menyediakan layanan pendaftaran, kegiatan ini juga menjadi ajang sosialisasi pentingnya perlindungan KI untuk karya seni, musik, dan pertunjukan yang diciptakan oleh penyandang disabilitas.
Tujuannya adalah untuk mencegah klaim dan plagiasi, sekaligus menjamin manfaat ekonomi bagi para pencipta. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk:
Membangun ekosistem kreatif yang berkelanjutan.
Memberikan pemahaman mengenai perlindungan hukum atas karya cipta.
Membuka akses sertifikasi kompetensi sebagai bentuk pengakuan profesional.
Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Eem Nurmanah, menegaskan, “Melalui Artha Karya, kami berkomitmen menghadirkan layanan yang ramah, inklusif, dan memberi ruang yang setara bagi seniman disabilitas.”
Acara ini dimeriahkan dengan penampilan Agus Mertayasa, seorang kreator disabilitas yang menampilkan karya lukisnya, serta Forum Keluarga Spesial Indonesia (Forkesi) yang menunjukkan bakat dalam bernyanyi dan menari.
“Sebagai bentuk dukungan nyata, Kemenkum Kanwil Bali menyerahkan sertifikat KI gratis kepada perwakilan kreator disabilitas,” tutur Eem Nurmanah.
Inovasi lainnya adalah pengenalan buku panduan layanan KI dalam huruf braille untuk membantu kreator tunanetra.
Program Artha Karya mendapatkan dukungan kuat dari berbagai pihak, termasuk Forkesi, Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Bali, pemerintah kabupaten/kota se-Bali, serta sektor swasta seperti Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) dan Cahaya Ladaran Nusantara (CLN).
Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem kreatif yang inklusif dan berkelanjutan di Bali.(*)