Rabu, Juni 18, 2025

Keroncong Plesiran 2025: Jejak Seni di Desa Wisata Tinalah

Share

PanenTalks, Kulon Progo – Keroncong, genre musik yang kerap diasosiasikan dengan masa lalu, kembali menunjukkan relevansinya melalui Keroncong Pelesiran. Meskipun guyuran hujan tak henti, ratusan penikmat musik tetap setia menyaksikan gelaran kesembilan ini di Desa Wisata Tinalah, Kulon Progo.

Acara ini bukan sekadar konser, melainkan sebuah pernyataan seni yang kuat: keroncong adalah bahasa emosional yang segar dan inklusif.

Digagas oleh Komunitas Simphony Kerontjong Moeda, Keroncong Pelesiran tahun ini dibuka dengan ragam penampilan grup keroncong dari berbagai kota, menegaskan kembali akar genre ini.

Meski hujan, penonton tetap setia menyaksikan acara ini. (dok:pemdadiy)

Puncaknya adalah kolaborasi lintas genre yang memukau bersama musisi nasional seperti Marcello Tahitoe, Bilal Indrajaya, Endah Laras, dan Paksi Raras Alit. Integrasi ini membuktikan bahwa keroncong memiliki fleksibilitas artistik yang tinggi, mampu berdialog dengan genre musik lain tanpa kehilangan identitasnya.

“Keroncong Plesiran itu hari rayanya musik keroncong. Saya melihat langsung bagaimana keroncong bisa kembali dicintai, bahkan oleh anak-anak muda,” ungkap Paksi, menyoroti daya tarik keroncong yang meluas.

Fenomena Keroncong Pelesiran ini menarik perhatian Agustin Peranginangin, Direktur Badan Pelaksana Otorita Borobudur, yang menyebutnya sebagai bagian dari program nasional Karisma Event Nusantara (KEN) 2025.

Penampilan Endah Laras. (dok:pemdadiy)

“Saya salut, penonton bertahan meski hujan. Ini bukan sekadar konser, tapi ruang hidup bagi budaya,” ujarnya. Pernyataan ini menggarisbawahi bagaimana kesenian keroncong menjadi lebih dari sekadar hiburan; ia adalah medium pelestarian budaya yang vital, yang mampu menarik audiens dan bahkan menghidupkan kembali denyut ekonomi lokal.

Dengan sekitar 70 persen pengunjung berasal dari luar daerah, termasuk Jakarta, Keroncong Pelesiran telah berhasil memposisikan desa wisata seperti Tinalah sebagai destinasi seni dan budaya yang patut diperhitungkan dalam peta pariwisata DIY.

“Kami ingin pariwisata tidak hanya menumpuk di satu titik. Keroncong Plesiran membantu mempromosikan destinasi alternatif,” ujar Imam Pramana dari Dinas Pariwisata DIY.

Inisiator acara, Ari Sulistiyanto, menegaskan Keroncong Plesiran merupakan upaya melestarikan musik keroncong dengan pendekatan yang segar dan relevan.

“Tahun ini kami pilih Kulon Progo karena belum pernah mampir ke sini. Kami ingin memberdayakan masyarakat desa wisata dalam semangat budaya,” ujarnya.

Dengan konsep lintas generasi dan latar lokasi eksotis, Keroncong Plesiran 2025 tidak hanya menjadi perhelatan musik, tetapi juga simbol kebangkitan budaya dan penggerak ekonomi lokal. Musik keroncong yang dulunya dianggap usang, kini kembali bersinar di tengah alam, menggugah hati para penikmatnya.

Selama sembilan tahun konsisten, Keroncong Plesiran terus meneguhkan perannya dalam pelestarian musik keroncong dan penguatan ekosistem seni budaya.

Lebih dari sekadar hiburan, acara ini diharapkan memberi dampak nyata bagi masyarakat, seniman, pelaku UMKM, dan seluruh ekosistem kreatif di sekitarnya. (*).

Editor: Rahmat

Read more

Local News