Sabtu, September 27, 2025

Kirab Gunungan Undhuh-undhuh: Kisah Toleransi dan Rasa Syukur

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Di bawah langit yang mendung namun tetap hangat oleh semangat ratusan peserta, Kirab Gunungan Undhuh-undhuh 2025 Kota Yogyakarta sukses digelar pada Minggu (8/6) lalu.

Acara tahunan yang kaya akan nilai seni dan budaya ini menjadi panggung utama bagi ekspresi syukur dan kebersamaan lintas iman di Kota Gudeg.

Ketua Panitia Kirab Gunungan Undhuh-undhuh 2025, Joko Pamungkas, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi apik antara GKJ Gondokusuman, Rintisan Kelurahan Budaya (RKB) Kelurahan Klitren, serta Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Yogyakarta.

Penampilan sendratari yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat. (dok:pemkotyogya)

Lebih dari sekadar ungkapan syukur kepada Sang Pencipta, kirab ini juga menegaskan jati diri Yogyakarta sebagai kota penuh toleransi dan harmoni.

“Kirab ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan berkat dan rezeki yang telah diterima oleh masyarakat. Lebih dari sekadar perayaan budaya, kirab ini menjadi momentum penting untuk memperkuat identitas Kota Yogyakarta sebagai kota toleransi, sebuah kota tempat keragaman dijunjung tinggi, dan kebersamaan lintas keyakinan menjadi kekuatan yang menyatukan,” tutur Joko.

Prosesi kirab dimulai tepat pukul 09.00 WIB dari Kantor Kelurahan Klitren, menyusuri Jalan Solo, Jalan dr. Wahidin, dan berakhir di Embung Langensari.

Hampir 500 orang terlibat dalam arak-arakan ini, membawa 20 gunungan yang merupakan hasil kreativitas warga dari berbagai latar belakang agama—Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu—serta partisipasi dari perguruan tinggi, sekolah, dan komunitas.

Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menaiki andong kehormatan dalam proses kirab. (dok:pemkotyogya)

Salah satu momen puncak dalam kirab ini adalah perhentian di depan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gondokusuman. Di sana, sebuah sendratari religius yang menyentuh hati disuguhkan.

Tarian yang dibawakan oleh para seniman dan seniwati Kota Yogyakarta ini mengisahkan pertemuan simbolik antara Kyai dan Nyai Klitren, dua tokoh spiritual yang merepresentasikan keharmonisan, toleransi, dan cinta tanah air. Penampilan ini disambut antusias oleh ribuan masyarakat yang memadati area pertunjukan, menjadi bukti nyata bagaimana seni mampu menjadi jembatan pemersatu.

Usai pementasan sendratari, enam tokoh agama terkemuka memimpin prosesi pemberkatan gunungan. Dalam suasana yang tenang dan khusyuk, doa-doa dari berbagai tradisi spiritual dipanjatkan, memohon keberkahan, perdamaian, dan kelestarian hidup bersama. Kirab Gunungan Undhuh-undhuh 2025 sekali lagi membuktikan bahwa seni dan budaya dapat menjadi medium yang kuat untuk memupuk kebersamaan dan merayakan keberagaman di Yogyakarta.

Meski hujan sempat turun cukup deras, tidak memadamkan antusiasme masyarakat yang hadir, seolah menjadi rahmat yang menyertai prosesi.

Selain itu ada hal yang menarik dalam arak-arakan dengan kehadiran tujuh andong kehornatan, yang salah satunya dinaiki Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo, menambah kekayaan visual dari prosesi kirab ini.

Hasto menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah terlibat. “Ini adalah bagian dari cara kita mengucap syukur setelah bekerja dan memperoleh hasil. Kita syukuri dengan cara yang luhur melalui budaya dan kebersamaan. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkolaborasi. Kirab ini menunjukkan bahwa kerukunan itu nyata dan bisa diwujudkan,” ungkapnya.

Hasto menambahkan bahwa kerukunan umat beragama harus terus dijaga dan diwariskan lintas generasi. “Jangan lelah mencintai perbedaan, karena di situlah kekuatan sejati kita sebagai bangsa,” tambahnya.

Kirab Gunungan Undhuh-undhuh tidak hanya menjadi peristiwa budaya yang dirayakan, tetapi juga menjadi simbol komitmen bersama dalam menjaga harmoni, merawat perbedaan, dan membangun masa depan yang damai dan penuh harapan. (*)

Editor: Rahmat

Read more

Local News