PanenTalks, Jakarta – Perubahan iklim yang semakin tidak menentu menjadi tantangan besar bagi dunia pertanian. Untuk menghadapi kondisi tersebut, modernisasi sistem pertanian menjadi langkah penting guna meningkatkan produktivitas dan menjaga keberlanjutan usaha tani. Sayangnya, petani kecil di Indonesia masih kesulitan mengakses modal dan teknologi modern, yang berdampak pada rendahnya hasil panen serta pendapatan mereka. Data BPS mencatat, rata-rata pendapatan petani hanya sekitar Rp1,55 juta per bulan. Padahal, penerapan teknologi pertanian presisi dapat membantu mengatur penggunaan pupuk, air, dan pestisida secara lebih efisien, sehingga biaya produksi berkurang dan produktivitas meningkat.
Menjawab tantangan tersebut, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama PT Pupuk Indonesia (Persero) melaksanakan kajian nasional bertajuk “Analisis Usahatani dan Adopsi Teknologi Pertanian Presisi”. Penelitian ini dilakukan di 13 provinsi strategis, mulai dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Bali hingga Nusa Tenggara Barat, dengan melibatkan 760 petani padi dan jagung dari berbagai daerah.
Kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri ini menjadi langkah konkret untuk memperkuat inovasi di sektor pertanian. Hasil kajian menunjukkan bahwa penggunaan teknologi presisi mampu menekan konsumsi input pertanian dan meningkatkan efisiensi tenaga kerja. “Penerapan teknologi pertanian presisi mampu meningkatkan efisiensi penggunaan benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja,” jelas Ketua Tim Kajian Fakultas Pertanian UGM, Dr. Hani Perwitasari, S.P., M.Sc.
Lebih lanjut, Hani menjelaskan bahwa penerapan teknologi presisi tidak hanya memberikan efisiensi biaya, tetapi juga mendorong peningkatan hasil panen secara signifikan. Meski begitu, sejumlah tantangan masih ditemui di lapangan, seperti keterbatasan infrastruktur internet di pedesaan, mahalnya biaya investasi, serta rendahnya pemahaman teknologi di kalangan petani. Ia menilai, pemerintah memiliki peran penting dalam memberikan dukungan berupa pelatihan, pendampingan, dan kemudahan akses pembiayaan agar petani mampu beradaptasi dengan sistem pertanian modern. “Sebagian besar petani belum memiliki pencatatan usaha tani yang memadai, padahal pencatatan sangat penting dalam praktik pertanian presisi karena membantu pengambilan keputusan berbasis data,” ujarnya.
Menurut hasil kajian, pencatatan usaha tani merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan pertanian presisi. Dengan pendokumentasian data yang baik, petani dapat memantau produktivitas lahan, membuat rencana tanam yang lebih tepat, serta memperoleh kemudahan akses ke lembaga keuangan dan asuransi pertanian. Hani menegaskan, “Pencatatan usaha tani menjadi bagian integral dari sistem pertanian modern yang membantu petani dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan risiko.”
Selain aspek pencatatan, kajian juga menemukan bahwa mayoritas petani yang terlibat berada pada usia produktif dan sebagian besar berpendidikan SD hingga SMP. Kondisi ini menjadi dasar bagi UGM untuk merancang program pelatihan yang lebih adaptif dan berkelanjutan. Melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penerapan teknologi presisi dapat berjalan lebih optimal. “Petani yang menggunakan teknologi ini cenderung memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi 17,2% dengan biaya input usaha tani padi dan jagung lebih rendah masing-masing sebesar 1–6% dan 17%,” tutur Hani.
Dalam kerja sama ini, PT Pupuk Indonesia turut mengambil peran strategis, mulai dari penyediaan pupuk berkualitas, pendampingan teknis, hingga pemanfaatan teknologi digital seperti aplikasi pertanian dan drone untuk pemupukan serta prediksi hasil panen. Upaya ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memperkuat peran BUMN dalam mendorong pertanian berkelanjutan berbasis inovasi. “Teknologi presisi tidak hanya mengubah cara bertani, tetapi juga cara berpikir dalam mengelola sumber daya pertanian secara efisien,” ungkap Hani.
Sinergi UGM dan PT Pupuk Indonesia menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antara dunia akademik dan industri dapat mempercepat transformasi pertanian nasional. Hasil kajian ini menegaskan bahwa pertanian presisi berpotensi besar menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani kecil sekaligus memperkuat daya saing sektor pertanian Indonesia di tingkat global. “Kerja sama ini diharapkan menjadi model replikasi untuk wilayah lain di Indonesia,” pungkas Hani.

