PanenTalks, Yogyakarta – Guru Besar Geopolitik Timur Tengah dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Prof. Dr. Dra. Siti Mutiah Setiawati, M.A. menilai konflik Iran-Israel sebagai konflik rumit.
Siti menerangkan sejarah konflik Iran sudah mulai sejak Amerika Serikat menuduh Iran mengembangkan nuklir untuk senjata pemusnah massal.
Posisi Indonesia dalam menghadapi konflik ini menurut Siti tidak boleh gegabah.
“Sementara ini, yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia adalah untuk mengevakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Iran dan Israel sebagai langkah perlindungan awal,” kata Siti, Rabu 25 Juni 2025.
Siti berharap, konflik ini agar segera selesai dan terdapat resolusi antara kedua negara tersebut sembari. Ia menegaskan, pemerintah terus memantau kemungkinan eskalasi konflik sembari memastikan keselamatan WNI di Iran dan Israel.
Dampak Ekonomi
Ekonom Senior FEB UGM, Dr. Revrisond Baswir, M.B.A., Ak., CA, menilai, dampak langsungnya terhadap perekonomian Indonesia tidak terlalu signifikan.
“Dampak konflik Iran-Israel terhadap perekonomian global sangat tergantung pada sejauh mana negara-negara besar terpancing masuk,” kata dia.
Negara tersebut meliputi AS, China, Perancis dan Rusia. Dia melanjutkan, jika negara tersebut terlibat meningkat maka risiko global naik tajam.
Dia melanjutkan, tantangan utama Indonesia terletak pada persoalan internal. Menurutnya, Indonesia harus fokus pada transparansi, pemberantasan korupsi, pengurangan kesenjangan sosial dan penciptaan lapangan kerja. “Itu lebih krusial daripada efek eksternal,” tegasnya.
Dia menilai dampak terhadap ekspor Indonesia dan neraca perdagangan nasional masih relatif ringan. Hal ini dengan perbandingan perang tarif oleh Presiden AS Donald Trump.
“Harga minyak naik, tapi efeknya tidak separah saat perang tarif dulu. Kita masih cukup bisa bertahan,” ujarnya.
Sebagai langkah strategis, ia menyarankan pemerintah Indonesia tidak terlalu larut dalam ketegangan geopolitik global. Namun, memperkuat fondasi ekonomi dalam negeri, khususnya sektor energi.
“Pemerintah harus serius membenahi tata kelola Pertamina dan meningkatkan kapasitas kilang minyak dalam negeri. Ini kunci untuk menghadapi fluktuasi harga minyak dunia,” ungkapnya. (*)
Editor : Hendrati Hapsari