Sabtu, September 27, 2025

Kunci Swasembada Pangan: Dimulai Daerah dan Kebutuhan Pasar

Share

PanenTalks, Jakarta – Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, menegaskan kemandirian pangan nasional dapat dimulai dengan mengoptimalkan potensi di daerah.

Menurutnya, keberhasilan produksi pangan sangat bergantung pada ketersediaan pasar yang jelas.

“Ketika membangun daerah, jangan menanam sesuatu yang tidak ada pasarnya,” ujar Arief saat acara Pembekalan dan Pelepasan Tim Ekspedisi Patriot di Jakarta, Minggu 24 Agustus 2025.

Potensi yang ada harus dihubungkan dengan pasar. Mulai dari lahan, irigasi, benih, hingga distribusi, semuanya harus disiapkan dalam satu paket yang utuh.”

Arief mencontohkan keberhasilan program transmigrasi era Presiden Soeharto. Di Papua, misalnya, komunitas transmigran yang awalnya mengelola lahan dua hektare kini telah berkembang dan mampu memasok kebutuhan pangan lokal.

Ia bercerita pernah melihat langsung transmigran di Timika berhasil menanam semangka hingga sayuran yang kemudian dipasok untuk memenuhi kebutuhan sekitar.

“Ini bukti bahwa kemandirian pangan bisa dimulai dari daerah,” tegasnya melansir badanpangan.go.id.

Arief mendorong 2.000 akademisi yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Patriot untuk melakukan riset dan pemetaan ekonomi di 154 kawasan transmigrasi.
Tujuannya adalah memastikan ketahanan pangan Indonesia dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai swasembada pangan.

“Hal-hal yang menguasai hajat hidup orang banyak, termasuk pangan strategis seperti beras, jagung, kedelai, ayam, daging, dan bawang, harus dikuasai oleh negara,” kata Arief, mengutip Pasal 33 UUD 1945.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2024 menunjukkan bahwa 40,72 juta orang atau 28,64% penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. NFA mencatat sebagian besar kebutuhan pangan pokok strategis, seperti cabai rawit (172%), cabai besar (171%), dan bawang merah (115%), sudah dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Kemandirian pangan nasional hari ini sebagian besar telah ditopang oleh sumber daya lokal. Namun, ia mengakui Indonesia masih perlu mengimpor beberapa komoditas seperti daging, gula konsumsi, bawang putih, dan kedelai.

Arief menekankan, membangun sistem pangan harus dilakukan secara menyeluruh, dari produksi hingga hilirisasi, dan yang terpenting adalah memastikan adanya ‘standby buyer’ atau pembeli siaga.

“Produksi pangan harus disiapkan lengkap dengan rantai pasok dan pengelolaan pascapanennya,” jelasnya. “Tidak sesederhana menanam lalu ditinggal. Harus ada pembeli siaga setelah panen.”

Selain itu, diversifikasi pangan juga menjadi fokus. Konsumsi masyarakat Indonesia masih terlalu bergantung pada padi-padian dan minyak, sementara konsumsi umbi-umbian dan kacang-kacangan masih kurang optimal.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu strategi pemerintah untuk memperbaiki pola konsumsi ini sekaligus mendorong produksi pangan lokal yang lebih beragam.

“Tugas kita adalah menjaga agar harga di seluruh rantai, dari petani hingga konsumen, tetap seimbang,” pungkas Arief. Dengan begitu, daya beli masyarakat terjaga, petani sejahtera, dan ketahanan pangan nasional dapat berjalan kuat dan berkelanjutan. (*)

Read more

Local News