PanenTalks, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengarahkan fokusnya pada Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai kandidat utama lokasi sentra garam nasional. Potensi pengembangan yang signifikan di wilayah ini menjadi daya tarik utama dalam upaya mewujudkan kemandirian garam industri di Indonesia.
Sebagai langkah awal, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan, Koswara, telah melakukan serangkaian peninjauan ke berbagai lokasi potensial di NTB. Wilayah-wilayah yang menjadi fokus meliputi Desa Labuhan Bontong, Kecamatan Tarano; Desa Sepayung, Kecamatan Plampang; dan Desa Plampang, Kecamatan Plampang di Kabupaten Sumbawa; serta Desa Donggobolo, Kecamatan Woha di Kabupaten Bima.
Dalam keterangan resminya di Jakarta pada Minggu (4/5), Koswara menyampaikan optimismenya terhadap potensi NTB. “NTB, khususnya wilayah Sumbawa, memiliki keunggulan komparatif berupa lahan yang luas dan proyeksi kualitas produksi garam yang tinggi.
Lebih lanjut, komitmen kuat dari masyarakat dan Pemerintah Daerah setempat dalam mendukung program Swasembada Garam menjadi faktor pendorong utama,” ujarnya.
Pemerintah, melalui KKP, tengah merumuskan dua strategi fundamental untuk mengakselerasi program nasional Swasembada Garam Industri. Pertama, melakukan intensifikasi produksi garam rakyat dengan target peningkatan kualitas hingga memenuhi standar industri (minimal 97% NaCl). Kedua, membangun sentra industri garam yang terintegrasi secara vertikal, mulai dari proses produksi di hulu hingga pengolahan di hilir, yang akan berlokasi di wilayah-wilayah strategis.
Koswara menyoroti urgensi pembangunan sentra garam ini mengingat defisit garam nasional yang cukup besar. “Saat ini, Indonesia masih mengalami kekurangan pasokan garam untuk industri aneka pangan sebesar hampir 600 ribu ton per tahun, dan 2,3 juta ton per tahun untuk industri kimia (Chlor Alkali Plant).
“Target kami adalah mengalokasikan minimal 1.000 hektar lahan untuk pembangunan sentra garam nasional guna mengatasi defisit tersebut. Oleh karena itu, sinergi dengan pemerintah daerah dalam proses konsolidasi lahan menjadi krusial,” paparnya.
Momentum percepatan program garam nasional semakin kuat dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2025. Regulasi ini secara bertahap memberlakukan pembatasan impor garam untuk sektor industri tertentu.
Impor garam untuk kebutuhan pangan ditargetkan berhenti pada tahun 2025, diikuti dengan larangan impor garam industri pada tahun 2027. Kebijakan ini memberikan kepastian pasar bagi produksi garam domestik dan menjadi insentif bagi pengembangan sentra garam di NTB.
Sinergi Pemerintah Daerah sebagai Kunci Keberhasilan Program
Bupati Sumbawa, Syarafuddin Jarot, menyambut positif inisiatif KKP dan menegaskan kesiapan daerahnya untuk menjadi model nasional dalam swasembada garam.
“Kami memiliki kesiapan yang memadai dari sisi ketersediaan lahan maupun kelembagaan. Prioritas kami adalah meningkatkan kesejahteraan petani garam melalui program strategis ini,” tegas Jarot.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, telah menyampaikan komitmen penuhnya untuk mendukung target swasembada garam nasional pada tahun 2027.
Melalui serangkaian upaya yang meliputi peningkatan produksi, pemberdayaan petambak garam, dan modernisasi sistem pergaraman, KKP optimis Indonesia mampu mencapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan garam nasional sekaligus memperkuat ketahanan pangan bangsa.
Pengembangan sentra garam di NTB menjadi elemen krusial dalam mewujudkan visi strategis ini, dengan potensi dampak ekonomi yang signifikan bagi daerah dan kontribusi substansial bagi kemandirian industri nasional. (*)