PanenTalks, Bogor – Peringatan Hari Laut Sedunia setiap 8 Juni tahun ini diwarnai keprihatinan mendalam dari pakar kelautan. Dr. Steven Solikin, seorang ahli dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) IPB University, menyoroti fenomena lautan yang semakin gelap, sebuah kondisi yang membahayakan lebih dari 90 persen kehidupan di dalamnya.
Menurut Dr. Solikin, penggelapan laut ini bukan tanpa alasan. Penyebab utamanya adalah penurunan kedalaman zona fotik, yaitu lapisan laut yang selama ini menjadi rumah bagi sebagian besar kehidupan karena mampu ditembus cahaya matahari.
“Salah satu penyebab utama penggelapan laut adalah perubahan komunitas fitoplankton, yang berpengaruh terhadap sifat optik air laut,” jelasnya melalui laman resmi IPB University. Fitoplankton, sebagai produsen primer dalam rantai makanan laut, sangat vital. Perubahan komposisi dan distribusinya secara langsung memengaruhi kejernihan air, mengubah laut menjadi lebih keruh.

Tak hanya itu, kenaikan suhu permukaan laut memperparah kondisi ini. Pemanasan global memicu stratifikasi termal, sebuah kondisi di mana lapisan air laut menjadi terpisah, menghambat percampuran nutrien esensial dari lapisan bawah ke permukaan. Akibatnya, produktivitas fitoplankton terus menurun.
“Perubahan pola sirkulasi lautan turut memengaruhi distribusi nutrien dan organisme mikroskopis. Hal ini berdampak langsung pada kejernihan dan warna laut,” tambah Dr. Solikin.
Fenomena laut yang menggelap ini memiliki dampak luas terhadap ekosistem laut. Penurunan intensitas cahaya otomatis mengurangi proses fotosintesis oleh fitoplankton, mengancam fondasi kehidupan laut.

“Ini menimbulkan efek berantai mulai dari zooplankton hingga ikan dan mamalia laut, bahkan dapat menyebabkan disrupsi dalam rantai makanan serta perubahan habitat,” tegasnya, memperingatkan potensi krisis ekologi di masa depan jika masalah ini tak segera ditangani
Ia menuturkan, organisme laut yang bergantung pada cahaya untuk navigasi, reproduksi, dan mencari makan terpaksa berpindah ke lapisan yang lebih dangkal. “Ini meningkatkan kompetisi dan risiko interaksi predator yang tidak seimbang,” katanya.
Perubahan warna laut, menurut Steven, mencerminkan perubahan dalam komposisi organisme dan partikel organik. Konsekuensinya adalah penurunan populasi fitoplankton, ikan, dan predator lainnya.
“Ekosistem seperti terumbu karang dan lamun pun terancam karena kekurangan cahaya menghambat proses fotosintesis tanaman laut,” tandasnya.
Ia menegaskan bahwa perubahan iklim berperan signifikan dalam penggelapan laut. Pemanasan permukaan laut, perubahan pola sirkulasi, dan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem memperparah kondisi laut.
Untuk mengatasi dampak ini, Steven menyarankan pengurangan emisi gas rumah kaca, peningkatan pemantauan laut dengan teknologi satelit, serta perlindungan dan restorasi ekosistem pesisir seperti mangrove dan terumbu karang.
Sebagai langkah mitigasi, ia juga mendorong konservasi ekosistem laut, pengurangan polusi nutrien dari limbah pertanian dan industri, peningkatan edukasi publik, serta penguatan riset dan kolaborasi internasional dalam menangani tantangan global ini. (*)
Editor: Rahmat