Senin, Agustus 18, 2025

Makan Bergizi Gratis: Pionir Kebijakan Pangan Berkelanjutan

Share

PanenTalks, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto diproyeksikan menjadi model kebijakan pangan berkelanjutan, dengan penekanan kuat pada integrasi aspek lingkungan.

Badan Pangan Nasional (NFA) menegaskan bahwa keberhasilan program ini, yang menargetkan 82 juta penerima manfaat pada 2026, tak hanya diukur dari aspek gizi, tetapi juga kontribusinya terhadap kelestarian lingkungan dan pengurangan limbah pangan.

Dalam seminar “Perspektif Lingkungan pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG)” di Jakarta, Selasa (27/5), Sekretaris Utama NFA, Sarwo Edhy, menyatakan, “MBG bukan sekadar program penyediaan makanan, tapi juga investasi masa depan. Kita ingin membentuk generasi sehat yang sekaligus sadar lingkungan.”

Deputi Promosi dan Kerja Sama Badan Gizi Nasional, Nyoto Suwignyo, menambahkan bahwa MBG berperan penting dalam mengedukasi anak-anak tentang konsumsi pangan yang bertanggung jawab, menanamkan nilai keberlanjutan sejak dini, serta menumbuhkan kebiasaan menghargai makanan dan mengurangi sisa pangan.

Potensi Pengurangan Limbah Pangan dan Pendekatan Sirkular

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2024 menunjukkan potensi food waste di sekolah mencapai 1,1–1,4 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, 451–603 ribu ton adalah makanan berlebih yang masih dapat diselamatkan dan didistribusikan.

Ketua JP2GI (Jejaring Pasca Panen untuk Gizi Indonesia), Soen’an Hadi Poernomo, menekankan bahwa MBG harus menjadi contoh bahwa pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan tanpa merusak ekosistem, menjadikannya bagian dari solusi menghadapi krisis pangan dan iklim global.

Seminar menyoroti data Kementerian PPN/Bappenas yang menunjukkan 23 hingga 48 juta ton sampah makanan dihasilkan setiap tahun di Indonesia, berdampak signifikan pada ekonomi dan lingkungan. Untuk mengatasi ini, pendekatan ekonomi sirkular dan pemanfaatan pangan lokal didorong untuk mengurangi jejak karbon.
Peran MBG dalam Penyelamatan Pangan dan Edukasi Konsumsi

Pemerintah telah menetapkan target penyelamatan pangan sebesar 3–5% per tahun melalui Perpres No. 12 Tahun 2025.

MBG diharapkan menjadi bagian integral dari upaya ini melalui edukasi gizi di sekolah, penguatan distribusi pangan, dan optimalisasi pemanfaatan sisa pangan.

Direktur Kewaspadaan Pangan, Nita Yulianis, mengajak masyarakat mengubah pola pikir terhadap sisa makanan.

“Sisa pangan yang layak konsumsi bukanlah sampah. Ini bisa dimanfaatkan kembali, dan yang tidak layak konsumsi bisa diolah menjadi kompos, pakan maggot, atau bahkan energi. Ini langkah konkret mengurangi beban TPA,” jelas Nita.

Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan, Rinna Syawal, menyoroti kecenderungan generasi muda pada makanan cepat saji. “Data menunjukkan hanya 2,3–2,5% remaja usia 10–19 tahun yang mengonsumsi sayur dan buah lebih dari 5 porsi per hari.

Generasi Z dan Alpha cenderung memilih makanan cepat saji tinggi kalori dan rendah serat,” paparnya. Oleh karena itu, ia mendorong penerapan pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA). MBG diharapkan menjadi instrumen untuk membiasakan generasi muda mengonsumsi pangan B2SA demi tumbuh sehat, aktif, dan produktif.

Visi Indonesia Emas 2045

Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menyampaikan bahwa keberhasilan program MBG akan menjadi tonggak penting bagi pencapaian visi Indonesia Emas 2045.

“Kita ingin memastikan generasi masa depan tumbuh sehat dengan akses gizi yang cukup, sekaligus punya kesadaran kolektif terhadap kelestarian lingkungan. MBG harus menjadi contoh praktik pangan berkelanjutan yang tidak hanya mengenyangkan, tapi juga mencerdaskan dan menjaga bumi,” ujar Arief.

Seminar ini menjadi wadah sinergi multi-pihak untuk mendiskusikan strategi integratif antara peningkatan gizi, edukasi anak, dan pelestarian lingkungan dalam satu program nasional yang berdampak luas. (*)

Read more

Local News