PanenTalks, Jakarta – Di perairan Sulawesi Utara, tuna-tuna yang berenang bebas menjadi saksi bisu perjuangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjaga kekayaan laut Indonesia.
Dengan potensi ekonominya yang tinggi, wilayah ini menjadi incaran kapal-kapal asing yang mencari peruntungan secara ilegal. Namun, perairan yang menjadi bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 716 ini bukanlah tanpa perlindungan.
Sepanjang tahun lalu, sebanyak 17 kapal berbendera asing dihentikan oleh tim patroli KKP, di antaranya kapal-kapal asal Filipina yang mencoba meraup keuntungan dari hasil laut Indonesia.
Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono, dengan tegas menyampaikan bahwa pengawasan di wilayah perbatasan ini merupakan prioritas utama.
“Upaya kami menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan Sulawesi Utara tidak main-main,” ungkap Ipunk, sapaan akrabnya.
“Dengan hadirnya unit pelaksana teknis (UPT) seperti Pangkalan PSDKP di Bitung dan Stasiun PSDKP di Tahuna, pengawasan semakin diperkuat untuk melindungi ekosistem laut sekaligus mendukung nelayan lokal.”
Terobosan pengawasan ini tidak hanya berupa pendirian UPT, tetapi juga pengoperasian armada kapal pengawas yang secara rutin berpatroli di wilayah rawan.
Baru-baru ini, sebuah kapal Filipina kembali diamankan tim Stasiun PSDKP Tahuna. Kapal-kapal ilegal ini umumnya jenis pump boat yang menggunakan hand line sebagai alat tangkap untuk memburu tuna – komoditas bernilai tinggi yang menjadi primadona ekspor.
“Setiap kapal ilegal yang kami tangkap, sejatinya adalah langkah nyata menyelamatkan kerugian ekonomi sekaligus menjaga ekosistem laut Sulawesi Utara,” tambah Ipunk dengan penuh keyakinan.
Lebih dari itu, pengawasan yang diperkuat ini memberikan rasa aman bagi para nelayan Sulawesi Utara.
Dengan berkurangnya gangguan dari kapal asing, nelayan lokal kini bisa melaut dengan lebih tenang, memaksimalkan tangkapan mereka, dan menghidupkan kembali kejayaan hasil laut Indonesia. (*)