Kamis, Juni 19, 2025

Menjaga Warisan, Menuai Kehidupan: Peran Subak dalam Pariwisata Jatiluwih

Share

PanenTalks, Tabanan– Di Pulau Dewata, membentanglah sebuah sistem irigasi yang tak sekadar mengairi sawah, namun juga menenun harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas: Subak.

Lahir dari kearifan lokal Bali, Subak bukan sekadar teknik membagi air; ia adalah manifestasi gotong royong yang mengikat masyarakat dalam siklus pertanian, terutama padi, melalui hukum adat yang lestari. Lebih dari itu, denyut nadi Subak berirama dengan ritual keagamaan yang khusyuk, mengiringi setiap fase pertumbuhan padi sebagai ungkapan syukur dan penghormatan.

Para cendekiawan melihat Subak sebagai pengejawantahan filosofi Tri Hita Karana, sebuah pandangan hidup yang mengajarkan keseimbangan suci antara manusia dengan Sang Pencipta (Parahyangan), hubungan harmonis antar sesama (Pawongan), dan keselarasan dengan alam semesta (Palemahan).

Ketiga elemen ini terjalin erat dalam organisasi irigasi, kepemilikan wilayah, dan praktik pemujaan pura, bukan hanya relevan namun esensial bagi prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

Di antara hamparan hijau Bali, Desa Jatiluwih di Kabupaten Tabanan tampil sebagai penjaga setia warisan Subak. Keindahannya yang memukau, yang menjadikannya primadona pariwisata, tak dapat dipisahkan dari jalinan irigasi tradisional ini. Lebih dari seribu tahun lamanya, Subak mengalirkan air kehidupan ke sawah-sawah Jatiluwih, sekaligus mengalirkan nilai-nilai solidaritas, spiritualitas, dan kebersamaan dari generasi ke generasi.

Pengakuan dunia pun tiba pada 14 November 2024, ketika United Nations World Tourism Organization (UNWTO) menganugerahi Desa Jatiluwih gelar Salah Satu Desa Terbaik Dunia (Best Tourism Village) di Cartagena, Kolombia. Penghargaan ini adalah bukti nyata keberhasilan Jatiluwih dalam mengimplementasikan pariwisata regeneratif, sebuah pendekatan yang menjaga keseimbangan antara manusia, budaya, dan lingkungan. Jatiluwih kini berdiri sebagai inspirasi global bagi desa-desa lain yang berupaya mengembangkan pariwisata berbasis keberlanjutan.

Sehari berselang, kebanggaan Jatiluwih semakin berlipat ganda dengan diterimanya Sertifikat Desa Wisata Berkelanjutan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Penghargaan ini adalah pengakuan atas komitmen dan keberhasilan desa dalam mempraktikkan keberlanjutan melalui lensa filosofi Tri Hita Karana, yang mengajarkan pentingnya menjaga harmoni antara dimensi spiritual, sosial, dan alam.

Jatiluwih bukan sekadar menyuguhkan panorama sawah terasering yang memanjakan mata, namun juga menjadi pelopor dalam mengusung pariwisata regeneratif. Dengan fokus teguh pada pelestarian lingkungan, penguatan budaya lokal, dan pemberdayaan masyarakat, Jatiluwih membuktikan bahwa kemajuan pariwisata dapat diraih tanpa mengorbankan akar tradisi.

Dengan haru dan bangga, Ketua Pengelola Desa Jatiluwih, Jhon Ketut Purna, mengungkapkan, “Penghargaan ini adalah buah dari kerja keras seluruh masyarakat Jatiluwih, mulai dari para petani yang setia menggarap sawah hingga komunitas lokal yang menjaga tradisi.

“Kami telah membuktikan bahwa keharmonisan antara manusia dan alam adalah kunci utama menuju kesuksesan,” ucapnya.

Dengan sentuhan teknologi yang bijak dan pelestarian kearifan lokal, kami mampu bersaing di kancah internasional tanpa kehilangan jati diri.”

Lebih lanjut, Jhon Ketut Purna mendedikasikan pencapaian gemilang ini untuk generasi muda, sebuah pesan agar mereka terus memelihara dan mengembangkan Jatiluwih sebagai warisan tak ternilai harganya untuk masa depan.

Keberhasilan Jatiluwih adalah kebanggaan bagi seluruh Bali dan Indonesia. Pengakuan dari UNWTO dan berbagai penghargaan nasional adalah bukti bahwa keunikan lokal memiliki daya tarik universal. Jatiluwih adalah kisah nyata tentang bagaimana inovasi, budaya, dan keberlanjutan dapat bersinergi menciptakan dampak positif yang luar biasa.

Lebih dari sekadar deretan penghargaan, capaian ini menjadi lentera inspirasi bagi desa-desa lain untuk merawat tradisi dan ekosistem lokal mereka, sambil tetap adaptif terhadap perkembangan global. Jatiluwih telah mengajarkan, kemajuan sejati tidak hanya diukur dari modernitas, tetapi juga dari kemampuan menjaga keseimbangan antara nilai-nilai luhur budaya dan inovasi yang relevan.

Dengan keunikan sistem Subak yang mengagumkan, bentangan sawah terasering yang memukau, dan keramahan masyarakat lokal yang menyentuh hati, Desa Jatiluwih adalah destinasi yang tak boleh dilewatkan oleh siapa pun yang menginjakkan kaki di Bali. Di sana, di tengah keindahan alam yang mempesona, pengunjung dapat menyelami filosofi Tri Hita Karana dan merasakan pengalaman otentik yang hanya bisa ditemukan di jantung Jatiluwih.

Lebih dari sekadar menjaga denyut nadi pertanian, keberadaan Subak telah menjelma menjadi magnet yang menarik wisatawan dari berbagai penjuru dunia, membuktikan bahwa kearifan lokal dapat menjadi pesona global yang tak lekang oleh waktu. (*)

Read more

Local News