PanenTalks, Denpasar – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita bersama Gubernur Bali Wayan Koster meresmikan Program Kredit Industri Padat Karya (KIPK) di Denpasar, pada 4 September 2025.
Program ini diharapkan dapat menjadi stimulus bagi pertumbuhan sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Bali, terutama setelah pandemi COVID-19.
​Dalam sambutannya, Gubernur Koster mengapresiasi program KIPK yang dinilai sangat membantu pemerintah daerah dan pelaku usaha di Bali. Ia menjelaskan bahwa pandemi telah menyadarkan pentingnya diversifikasi ekonomi, tidak hanya bergantung pada sektor pariwisata.
Selama pandemi, sektor IKM dan UMKM terbukti menjadi penopang ekonomi kerakyatan, dengan banyak masyarakat beralih ke usaha rumahan seperti kerajinan, tenun, kuliner, dan usaha kecil lainnya.
​Tantangan Permodalan dan Harapan untuk Penyesuaian Syarat​ Meskipun demikian, Gubernur Koster mengungkapkan bahwa salah satu kendala utama yang dihadapi IKM dan UMKM di Bali adalah keterbatasan modal. Tingginya suku bunga pinjaman dari bank-bank konvensional seringkali menjadi penghalang bagi pelaku usaha kecil.
​KIPK diharapkan menjadi solusi, namun Gubernur Koster menyoroti salah satu syarat program yang dinilai kurang sesuai dengan kondisi Bali. Syarat jumlah pekerja minimal 50 orang dirasa sulit dipenuhi karena mayoritas IKM dan UMKM di Bali berskala kecil dan mempekerjakan kurang dari 50 orang.​
Jika etap diterapkan akan susah menemukannya. Kalau bisa regulasinya sedikit diubah menyesuaikan kondisi di Bali agar bisa menjangkau semuanya.
“Kalau yang dijangkau yang pekerjanya di bawah 50, saya pastikan di Bali ini akan banyak yang ikut,” ujar Gubernur Koster, berharap ada penyesuaian regulasi agar manfaat program dapat dirasakan lebih luas.
​Menanggapi hal tersebut, Menperin Agus Gumiwang menegaskan bahwa KIPK hadir untuk memperkuat struktur industri nasional dan daerah.
Program ini menyediakan akses pembiayaan dengan subsidi bunga atau marjin sebesar 5%, sehingga pelaku industri dapat meningkatkan produktivitas dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.​
KIPK menawarkan pinjaman mulai dari Rp500 juta hingga Rp10 miliar, dengan jangka waktu pinjaman hingga delapan tahun. Fleksibilitas ini memberi ruang bagi pelaku industri untuk melakukan ekspansi maupun modernisasi peralatan.
​Peresmian program di Bali juga ditandai dengan penandatanganan kerja sama antara Kementerian Perindustrian dengan PT BPD Daerah Istimewa Yogyakarta (BPD DIY) dan penyerahan simbolis pinjaman perdana KIPK dari BPD Bali kepada tiga pelaku industri, yaitu CV Pelangi (makanan), Dian’s Rumah Songket dan Endek (tekstil), serta CV Bali Tedung Nusa Island (furnitur).
Diharapkan, langkah ini akan mendorong semakin banyak IKM dan UMKM di Bali untuk memanfaatkan fasilitas kredit tersebut.(*)