PanenTalks, Jakarta – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa praktik pengoplosan beras premium dengan beras kualitas rendah merupakan tindakan yang merugikan dan tidak dapat ditoleransi.
“Kami akan menindak tegas praktik seperti ini. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap petani, konsumen, dan juga semangat swasembada pangan,” ujar Mentan Amran dalam keterangannya, menyusul temuan pengawasan di sejumlah wilayah.
Kementerian Pertanian (Kementan) bersama tim pengawasan pangan menemukan beras bermerek dijual dengan harga premium, padahal isinya campuran beras medium dan tidak memenuhi standar mutu. Temuan ini memicu keprihatinan publik karena tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mencoreng tata niaga pangan nasional.
Mentan menyoroti bahwa sejumlah perusahaan besar justru terindikasi mengabaikan standar mutu yang telah ditetapkan. “Masyarakat membeli beras premium dengan harapan kualitasnya sesuai standar. Tapi kenyataannya tidak demikian. Kalau diibaratkan, ini seperti membeli emas 24 karat, tapi yang diterima hanya emas 18 karat,” kata Mentan.
Amran menjelaskan bahwa sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, beras premium harus memiliki kadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen, dan butir patah maksimal 14,5 persen. Standar tersebut diperkuat oleh Peraturan Badan Pangan Nasional dan Peraturan Menteri Pertanian tentang kelas mutu dan label beras.
“Registrasi produk beras itu wajib. Ini bukan hanya soal legalitas, tapi juga tentang melindungi konsumen dan memastikan persaingan usaha yang sehat,” tegas Amran.
Ia merujuk pada Permentan Nomor 53/2018 tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) yang mewajibkan pelaku usaha mengemas dan mencantumkan label dengan nomor pendaftaran, nama produk, berat bersih, serta nama dan alamat produsen atau importir.
“Tujuan registrasi itu jelas: menjamin keamanan dan mutu produk, melindungi konsumen dari kecurangan, mendorong transparansi dan keterlacakan, menjaga persaingan sehat, hingga memudahkan pemerintah dalam pengawasan dan pengambilan kebijakan,” tegasnya.
Menurut Amran, registrasi bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi penting dalam menjaga ketahanan pangan nasional. “Kalau kita ingin sistem pangan kita kuat, semua pihak dalam rantai pasok beras harus tunduk pada regulasi,” pungkasnya.