PanenTalks, Jakarta– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin serius dalam menata sektor keuangan digital di Indonesia dengan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 16 Tahun 2025.
Regulasi baru ini, yang dikenal sebagai POJK PKK PKPU IAKD, secara spesifik mengatur tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Serta Penilaian Kembali bagi Pihak Utama di sektor Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD).
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK – M. Ismail Riyadi menegaskan, penerbitan POJK ini komitmen OJK untuk memperkuat tata kelola dan integritas di tengah pesatnya perkembangan teknologi di sektor jasa keuangan.
“Langkah OJK ini bukan tanpa alasan. Perkembangan pesat teknologi informasi di sektor jasa keuangan menuntut pengawasan yang lebih ketat terhadap pihak utama,” ungkap Ismail Riyadi dalam keterangan tertulisnya.
Lanjutnya, termasuk pemegang saham pengendali, direksi, dan dewan komisaris penyelenggara IAKD. Tujuan utamanya adalah menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri ini.
OJK meyakini bahwa penerapan tata kelola yang baik, yang mencakup kecakapan manajerial dan integritas para pengelola, akan secara signifikan meningkatkan kredibilitas penyelenggara IAKD.
Sebaliknya, pelanggaran atau ketidakpatuhan oleh pihak utama berpotensi menimbulkan ketidakstabilan operasional dan meruntuhkan kepercayaan publik. Oleh karena itu, POJK ini menjadi instrumen vital untuk memastikan prinsip kehati-hatian diterapkan secara menyeluruh.
POJK ini mengatur dua mekanisme utama: penilaian kemampuan dan kepatutan (PKK) serta penilaian kembali. PKK akan memastikan bahwa setiap pihak yang memiliki atau mengelola IAKD memenuhi standar tinggi dalam hal integritas, reputasi/kelayakan keuangan, dan kompetensi.
Ismail Riyadi menegaska, hal ini sebagai langkah proaktif untuk menyaring individu-individu yang mungkin tidak memenuhi kriteria yang diperlukan untuk mengelola entitas keuangan yang sensitif.
Lebih lanjut, penilaian kembali akan dilakukan apabila terdapat indikasi serius terkait permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi, atau kompetensi yang melibatkan pihak utama pada penyelenggara IAKD. Mekanisme ini berfungsi sebagai kontrol lanjutan untuk mengatasi potensi masalah yang muncul setelah penilaian awal.
Penerbitan POJK ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), khususnya Pasal 216 ayat (3).
Dijelaskan Ismail Riyadi, pasal ini memberikan kewenangan penuh kepada OJK untuk mengatur dan mengawasi kegiatan IAKD, termasuk melalui mekanisme perizinan serta penilaian kemampuan dan kepatutan yang terintegrasi.
POJK ini akan mulai berlaku efektif pada 1 Oktober 2025. Dengan berlakunya aturan ini, OJK berharap penyelenggara IAKD senantiasa dikelola oleh pihak yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berintegritas tinggi.
Ini merupakan langkah strategis untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan sektor keuangan digital di Indonesia, menjadikannya lebih kuat dan dapat dipercaya di mata investor dan masyarakat luas. (*)