PanenTalks, Yogyakarta – Dosen Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM Nurhadi, S.Sos., M.Si., Ph.D. mendukung rencana pemerintah merevisi garis kemiskinan nasional.
Namun ia menekankan perlunya strategi cermat mengantisipasi implikasi politik dan kebijakan dari perubahan standar garis kemiskinan nasional.
“Kalau kita lihat, memang garis kemiskinan yang digunakan saat ini sudah kurang relevan,” kata Nurhadi, Rabu 25 Juni 2025 di Kampus UGM.
Beberapa alasan utama tidak lagi mencerminkan harga-harga aktual di masyarakat. Kedua, memerlukan penyesuaian agar data Indonesia kompatibel dengan standar global. Ketiga, pendekatan pengukuran kemiskinan selama ini sudah saatnya revisi.
Ia menekankan pentingnya menggunakan Multidimensional Poverty Index (MPI) atau Indeks Kemiskinan Multidimensi mengukur kemiskinan.
“Misalnya, ada rumah tangga secara ekonomi cukup, tapi akses ke layanan pendidikan dan kesehatan sangat terbatas, mereka seharusnya juga termasuk dalam kategori miskin,” katanya.
Namun demikian, ia melanjutkan, usulan revisi ini juga memunculkan sejumlah kekhawatiran memiliki landasan kuat. Salah satunya potensi lonjakan angka kemiskinan secara statistik.
Ia menekankan, dukungan terhadap revisi garis kemiskinan harus bersyarat dan dibarengi dengan strategi matang. Aada empat strategi utama penggunaan standar moderat. Ia menyarankan, agar perhitungan garis kemiskinan menggunakan standar lower middle-income country agar angka kemiskinan meningkat secara wajar dan tidak drastis.
Kedua, transisi data transparan menampilkan data kemiskinan dalam dua versi (garis lama dan garis baru) secara bersamaan. Hal ini agar publik memahami konteks perubahan tersebut.
Ketiga, perlu adanya upaya pemerintah melakukan edukasi dan komunikasi publik aktif. Terakhir, penyesuaian bentuk intervensi kebijakan yakni memisahkan intervensi antara kelompok miskin lama dengan kelompok miskin baru.
“Kelompok miskin baru ini sebaiknya lebih ditekankan untuk mendapatkan program pemberdayaan, bukan sekadar bantuan konsumtif,” jelasnya.
Ia menyoroti pentingnya lembaga seperti Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) telah memiliki Rencana Induk Pengentasan Kemiskinan Nasional.
Ia menilai, integrasi pendekatan teknokratis dan politis penting memastikan reformulasi garis kemiskinan berjalan dengan aman dan berdampak nyata. (*)
Editor : Hendrati Hapsari