Selasa, Juni 17, 2025

Pakar UGM Sebut pemekaran Daerah Harus Sejahterakan Rakyat

Share

PanenTalks, Yogyakarta – Pakar Politik dan Pemerintahan dariĀ Fisipol Universitas Gadjah Mada Dr. Abdul Gaffar Karim memandang kebijakan pembentukan daerah baru harus berpihak mewujudkan kesejahteraan rakyat.

“Apapun langkah yang mau dilakukan, ini mendukung upaya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat atau tidak? Kalau tidak, tidak perlu dilakukan,” ujarnya, Sabtu 3 Mei 2025 di Kampus UGM.

Gaffar menyebut, salah satu kunci tercapai kesejahteraan adalah pemerintahan efektif. Pembentukan daerah istimewa atau otorita baru akan berguna jika mampu mendorong efektivitas pemerintahan.

Di sisi lain, Gaffar mengingatkan potensi risiko jika pembentukan daerah baru hanya dijadikan kendaraan politik elit. Ia mencontohkan pengalaman pemekaran daerah justru membengkakkan biaya pemerintahan dan membuka peluang korupsi.

“Yang terjadi nanti rakyat tidak kunjung sejahtera, malah elit politik yang sejahtera. Ketimpangan sosial malah makin lebar,” tegasnya.

Gaffar menilai, argumen menyebut daerah bekas kerajaan layak diangkat menjadi daerah istimewa merupakan hal tidak cukup kuat. Selain dari sisi historis, urgensinya juga perlu diperhatikan. Ia mencontohkan hanya DIY memiliki struktur pemerintahan kerajaan masih utuh hingga kini. Mulai dari raja, istana, wilayah, sistem politik, prajurit, dan lain sebagainya. “Kalau daerah lain, tinggal sejarahnya saja. Struktur pemerintahannya sudah tidak lengkap. Jadi argumen itu sangat lemah,” katanya.

Ia menyoroti fenomena daerah istimewa di Indonesia selama ini lahir karena faktor sejarah khusus dan urgensi, seperti DIY dengan perannya dalam kemerdekaan, Aceh dengan sejarah konfliknya, atau DKI Jakarta dengan status ibu kota negara.

Gaffar memaparkan, secara umum Indonesia justru menganut sistem pemerintahan daerah seragam, meski kondisi sosial-budaya tiap daerah sangat beragam. Ia menilai negara seharusnya merancang sistem otonomi daerah asimetris. Artinya, tiap daerah diberi keleluasaan untuk mengelola pemerintahan sesuai karakteristik masing-masing.

Ia mendorong agar pemerintah berhenti menggunakan pendekatan parsial dan tambal sulam dalam menata daerah. “Kalau otonomi daerah tidak seragam, setiap daerah jadi istimewa. Tidak perlu lagi pembicaraan soal daerah khusus,” imbuhnya.

Sebaliknya, Gaffar menyarankan agar pemerintah perlu membuat desain besar menyeluruh untuk sistem pemerintahan daerah di Indonesia. (*)

Editor : Hendrati Hapsari

Read more

Local News